TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo menegur kepala daerah yang ketahuan masih memiliki Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang mengendap dalam jumlah besar (idle). Ia menyebutkan Rp 214 triliun APBD yang mengendap di rekening daerah dan belum tersalurkan per Juni 2016 atau turun tipis dibanding bulan sebelumnya sebesar Rp 246 triliun.
Jokowi mengaku ia diminta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkap daerah dan kepala daerah terkait. "Saya dibisiki Menteri Keuangan (Sri Mulyani), ‘Diungkap saja, Pak’,” ujarnya di depan menteri dan ratusan kepala daerah dalam Rapat Koordinasi Tim Pengendalian Inflasi Daerah, di Hotel Grand Sahid Jaya, Kamis, 4 Agustus 2016. “Nah, kalau sudah diungkap begini, gimana rasanya?"
Jokowi meminta keterlambatan realisasi pencairan anggaran ini dihentikan. Terlebih angkanya cukup besar. "Hati-hati, Bapak-Ibu semua, ini masih di atas dua ratus (triliun). Keterlambatan begini jangan diteruskan,” katanya. “Stop. Harus segera dikeluarkan.”
Menurut Jokowi, anggaran yang mengendap dapat menghambat pembangunan daerah, terutama bagi daerah yang kekuatan bisnisnya tak ditunjang sektor swasta. "Dari mana uang beredar di daerah? Ini penting untuk dikeluarkan, segera lelang!" ucapnya.
Jokowi lalu mengancam gubernur, bupati, dan wali kota tak akan menerima dana tunai jika tak segera memakai anggaran. Musababnya, pemerintah akan mengkonversi dana perimbangan ke daerah dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN). "Surat utang akan makin banyak, jadi Bapak-Ibu hanya bisa gunakan uang yang ada," katanya.
Pada April lalu, pemerintah sempat mengeluarkan surat utang konversi dari dana alokasi umum yang untuk Jawa Barat, Riau, Banten, dan beberapa daerah lain. Kali ini, DKI Jakarta tercatat sebagai pemegang dana idle terbesar, yaitu Rp 13,95 triliun. Sedangkan kabupaten penyimpan dana idle terbesar adalah Bogor, yaitu Rp 1,9 triliun.
PUTRI ADITYOWATI