TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro memprediksi, wajib pajak yang berminat mengikuti pengampunan pajak atau tax amnesty akan menumpuk pada September mendatang. Sebab, bulan itu merupakan akhir periode pertama pemberlakuan tax amnesty, di mana tarif yang diberlakukan masih kecil.
"Prediksi saya, periode pertama paling besar (penerimaannya) karena tarifnya yang paling kecil, tapi menumpuk di bulan ketiga, September. Kebanyakan wajib pajak kan memang terbiasa membayar di akhir deadline," kata Bambang di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Rabu, 29 Juni 2016.
Untuk dana repatriasi, Bambang memperkirakan akan lebih banyak masuk ke dalam negeri pada periode kedua, yakni pada November hingga Desember mendatang. "Triwulan pertama banyak yang hanya mendeklarasikan dan membayar uang tebusan," ujar Bambang.
Pekan ini, menurut Bambang, kementeriannya akan mengebut tiga Peraturan Menteri Keuangan yang menjadi aturan turunan dari Undang-Undang Tax Amnesty. "Sebelum Lebaran selesai. Untuk operasional penuh, sesudah libur Lebaran, termasuk pendaftaran dan kesiapan dari kantor-kantor pajak di daerah," katanya.
Pada 28 Juni, Undang-Undang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty disahkan dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat. Sesuai dengan undang-undang tersebut, tax amnesty akan diberlakukan pada 1 Juli 2016 hingga 31 Maret 2017. Sementara itu, target penerimaan dari tax amnesty dalam APBN-P 2016 mencapai Rp 165 triliun.
Adapun tarif tebusan bagi wajib pajak yang mendeklarasikan asetnya yang berada di dalam negeri dan merepatriasi hartanya dari luar negeri ke dalam negeri adalah 2 persen di tiga bulan pertama, 3 persen di tiga bulan kedua, dan 5 persen di tiga bulan ketiga.
Sementara itu, bagi wajib pajak yang hanya mendeklarasikan asetnya yang berada di luar negeri, akan diberlakukan tarif tebusan lebih tinggi, yakni 4 persen di tiga bulan pertama, 6 persen di tiga bulan kedua, dan 10 persen di tiga bulan ketiga.
ANGELINA ANJAR SAWITRI