TEMPO.CO, Jakarta - Harga minyak dunia jatuh lagi pada Senin waktu setempat atau Selasa pagi WIB karena kekhawatiran tentang keputusan Inggris keluar dari Uni Eropa terus menekan pasar keuangan.
Para analis mengatakan pilihan mengejutkan warga Inggris pada Kamis, 23 Juni 2016, meninggalkan Uni Eropa dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi lebih rendah, terutama di Eropa.
Dolar Amerika Serikat menjadi terangkat lebih tinggi dengan mengorbankan mata uang lain, yang lebih lanjut menekan permintaan minyak dan komoditas lain dalam mata uang dolar.
"Karena dolar AS menguat lagi dan pasar yang lebih luas mengadopsi sikap penghindaran risiko, harga minyak turun lebih rendah di tengah keputusan Brexit pekan lalu," kata Matt Smith dari ClipperData.
AFP melaporkan, berdasarkan patokan Amerika, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Agustus turun US$ 1,31 menjadi US$ 46,33 per barel di New York Mercantile Exchange.
Berdasarkan patokan global, harga minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Agustus turun US$ 1,25 menjadi menetap di angka US$ 47,16 per barel dalam perdagangan London.
Beberapa analis memperkirakan harga minyak akan melemah lebih lanjut, dengan analis Citi Futures, Tim Evans, membidik hingga mencapai US$ 35 per barel, sebagian karena tanda-tanda bahwa beberapa produksi minyak Nigeria yang dihentikan sementara mulai kembali ke pasar.
Namun beberapa analis memperkirakan harga minyak bisa menjadi relatif stabil setelah Brexit karena perlambatan ekonomi di dunia akibat Inggris meninggalkan Uni Eropa tidak akan terlihat dengan cepat.
Goldman Sachs mengatakan pilihan Brexit ada kemungkinan akan memiliki dampak yang lebih besar terhadap ekspektasi mendatang daripada fundamental saat ini.
“Minyak dalam waktu dekat secara fundamental seimbang dan pilihan meninggalkan (Uni Eropa) tidak mungkin mengubah itu," kata Goldman.
"Kami percaya bahwa fundamental pasar minyak pada akhirnya akan memperkuat dirinya sendiri," ujar analis JBC Energy. "Namun ini bergantung pada pengurangan ketidakpastian dan, pada saat ini, perkembangan politik selanjutnya tetap sangat tidak jelas."
ANTARA