TEMPO.CO, Surabaya - Aparat Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya memusnahkan 787,13 ton buah pir, jeruk, dan apel tanpa jaminan kesehatan asal Cina. Pemusnahan itu dilakukan di Ngoro Industrial Park, Mojokerto, Jawa Timur, Rabu, 22 Juni 2016. Pemusnahan sebagai tindak lanjut atas tindakan kerantina penahanan dan penolakan yang dilakukan sebelumnya.
"Penahanan dilakukan karena adanya ketidaksesuaian antara dokumen yang dilaporkan dengan hasil pemeriksaan fisik," kata Kepala Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya, Eliza Suryati Rusli, dalam siaran persnya.
Berdasarkan dokumennya, kata dia, buah asal Cina itu berjenis pir. Namun setelah diteliti secara fisik terdapat tiga jenis buah, yakni pir (135,95 ton), jeruk (375,85 ton), dan apel (275,34).
Menurut Eliza, penahanan dilakukan sebagai upaya penegakan hukum seperti yang tercantum dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan Tumbuhan. Pasal itu menyatakan setiap media pembawa (buah-buahan) yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia wajib dilengkapi surat kesehatan tumbuhan dari negara asal.
Berdasarkan Undang-Undang No 16, ujar Eliza, diberikan waktu kepada pemilik untuk melengkapi dokumen sertifikat kesehatan untuk jeruk dan apel. Namun sampai batas waktu yang telah ditentukan, yakni 14 hari kerja, dokumen yang dipersyaratkan tidak dapat dipenuhi. "Setelah 14 hari kerja masih juga belum diajukan, sehingga kegiatan pemusnahan harus dilakukan."
Pemusnahan buah sebanyak 787,13 ton atau setara dengan 42 kontainer itu dilakukan dengan alat berat, kemudian dimasukkan ke dalam lubang dan ditimbun di dalam tanah. "Jeruk yang tidak disertai surat jaminan kesehatan berpotensi membawa lalat buah yang sangat menyukai buah jeruk yang sebagai medianya," ujarnya.
Spesies lalat buah yang berasal dari Cina, kata dia, adalah Bactrocera tsuneonis, organisme penganggu tumbuhan yang belum terdapat di Indonesia. "Karena belum ada di Indonesia, maka menuntut kewaspadaan yang tiggi supaya lalat tersebut tidak masuk ke Indonesia," katanya.
NUR HADI