TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia mensosialisasi pelaksanaan transaksi lindung nilai (hedging) syariah. Sosialisasi diberikan kepada perbankan, biro travel haji dan umrah, Otoritas Jasa Keuangan, Direktur Kementerian Agama, Dewan Syariah Nasional, dan Majelis Ulama Indonesia.
Deputi Gubernur BI Hendar mengatakan transaksi hedging syariah didasarkan pada dua syarat. "Transaksi tidak boleh untuk spekulatif dan harus didahului forward agreement atau rangkaian forward agreement," katanya di gedung Bank Indonesia, Jakarta, Jumat, 17 Juni 2016.
Baca Juga:
Selain itu, setiap kegiatan yang mendasari kebutuhan untuk transaksi hedging syariah tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah (underlying transaksi). Transaksi juga wajib didukung dokumen.
Menurut Hendar, forward agreement adalah perjanjian transaksi di antara kedua belah pihak. Hendar mengatakan dokumen perjanjian tidak boleh diperjualbelikan.
"Jika forward agreement tidak dipenuhi, pihak yang tidak memenuhi dapat dikenai ganti rugi," tuturnya.
Kedua pihak menyepakati mata uang yang diperjualbelikan, jumlah nominal, nilai tukar atau perhitungan nilai tukar, dan waktu pelaksanaan dalam perjanjian tersebut. Nilai nominal dan jangka waktu transaksi hedging syariah paling banyak dan paling lama sebesar nilai nominal underlying transaksi yang tercantum dalam dokumen underlying transaksi.
Hendar mengatakan penyelesaian transaksi hedging syariah wajib dilakukan dengan pemindahan dana pokok secara penuh. Untuk pembatalan transaksi yang diikuti pemindahan dana, pengembalian dana wajib diberikan secara penuh.
Bank Indonesia menerbitkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/2/PBI/2016 tentang Transaksi Lindung Nilai Berdasarkan Prinsip Syariah pada Februari 2016. Sosialisasi diberikan menjelang realisasi instrumen baru tersebut.
VINDRY FLORENTIN