TEMPO.CO, Kediri - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan bisnis investasi tanam pohon jati yang marak di berbagai daerah sebagai bisnis hitam. Masyarakat diminta tak tergoda menanamkan investasi kepada agen yang sempat mencatut nama OJK tersebut.
Kepala Kantor OJK Kediri Slamet Wibowo mengatakan bisnis investasi menanam pohon jati yang kerap ditawarkan di berbagai seminar dan iklan media massa memiliki risiko keamanan tinggi. Tim OJK yang telah melakukan penelusuran bisnis tersebut tak menemukan lokasi lahan jati yang dijanjikan.
“Kita bubarkan acara mereka di Kediri karena mengandung penipuan,” kata Slamet kepada Tempo, Selasa 24 Mei 2016.
Slamet menjelaskan perusahaan investasi tersebut menawarkan kepada masyarakat untuk berinvestasi menanam pohon jati. Dalam ajakan tersebut, masyarakat diminta mendaftar menjadi peserta dengan membayar sejumlah uang dan akan langsung tercatat sebagai pemegang hak tanaman jati di suatu tempat. Di luar itu, anggota yang sudah terdaftar dan mengajak orang lain untuk bergabung akan mendapat komisi dari perusahaan.
Dalam operasinya, bisnis ini memiliki banyak nama yang dituding sebagai kedok. Mereka kerap melakukan seminar di hotel dan rumah makan untuk mengundang massa dan memperkenalkan bisnis investasi menanam pohon jati dengan pengembalian hasil yang cepat dan besar. “Mereka melakukan seminar di hotel karena tak membutuhkan izin kepolisian,” kata Slamet.
Dia menambahkan, salah satu kegiatan seminar ini sempat dibubarkan OJK dan Kepolisian Resor Kota Kediri di Hotel Insummo pada Februari 2016 lalu. Seminar yang bertajuk Gerakan Amankan Bumi ini diprakarsai oleh sejumlah perusahaan seperti Mulia Sejahtera, Green Warrior dan I-Gist. Untuk menarik perhatian masyarakat, mereka menambahkan logo OJK dalam spanduk sosialisasi.
Selain mewaspadai bisnis investasi pohon jati, OJK Kediri juga meminta masyarakat tak terkecoh usaha Koperasi Pandawa yang beroperasi di Trenggalek. Koperasi ini dipastikan tak memiliki legalitas dan menjalankan praktik abal-abal dengan menerbitkan surat pelunasan hutang bank dengan imbalan uang pendaftaran.
Dari penyelidikan OJK dan Kepolisian Resor Trenggalek, koperasi itu dipimpin oleh seseorang bernama Mujais yang berdomisili di Malang. Mujais menawarkan kepada para debitor bank yang memiliki pinjaman untuk mendaftar ke koperasinya. Selanjutnya koperasi itu akan menerbitkan surat lunas dan mengambil alih penyelesaian kredit mereka. Usaha ini menarik perhatian banyak anggota dari Trenggalek, Malang, Ponorogo, Tulungagung, Jember, Banyuwangi, hingga Sidoarjo.
“Setelah kita selidiki ternyata orang ini punya kredit macet di Bank Mandiri sebesar Rp 2,4 miliar,” kata Slamet.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Kediri Djoko Raharto mengatakan ada tiga hal yang harus diwaspadai masyarakat dalam menerima tawaran bisnis investasi. Pertama perhitungan imbal jasa, yakni jika kompensasi yang diberikan terlalu tinggi jelas merupakan penipuan.
Sebagai patokan, nilai suku bunga saat ini berkisar 7,5–8 persen per tahun. Jika perusahaan itu menawarkan jauh di atasnya maka harus hati-hati. Kedua adalah kredibilitas lembaganya, dan ketiga legalitasnya. “Kalau ketiganya sudah tidak jelas jangan diikuti,”katanya.
HARI TRI WASONO