TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perhubungan menegaskan, perusahaan taksi berbasis aplikasi online wajib menggunakan pelat nomor kuning seperti angkutan umum konvensional.
"Kami ingin ada kesetaraan antara angkutan aplikasi dan angkutan konvensional," ucap Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Pudji Hartanto di kantornya, Rabu, 27 April 2016.
Pudji mengaku hanya menerapkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan. Pihaknya tidak ingin kontraproduktif dengan memberi izin perusahaan aplikasi berpelat hitam, karena tindakan itu melawan UU.
Dia juga ingin tidak terjadi konflik. Apalagi beberapa waktu lalu, taksi konvensional sempat protes besar-besaran karena alasan itu. "Kami ingin tidak berantem lagi," ujarnya.
Baca:
Aturan Baru, Tarif Grab dan Uber Setara Taksi Umum
Menteri Luhut: Mei, Transportasi Online Harus Penuhi Syarat
Kementerian menjelaskan, perusahaan aplikasi tidak dapat mengatur tarif dan memungut bayaran. Artinya, perusahaan aplikasi dapat menentukan kesepakatan tarif dengan mitra kerjanya pemilik armada. Dalam hal ini, Kementerian tidak menentukan tarif bawah atau atas seperti halnya taksi konvensional. "Di Amerika Serikat juga diberlakukan seperti ini, agar setara," tuturnya.
Sejumlah perusahaan taksi online di negara maju juga diperketat karena dinilai melanggar hak taksi konvensional. "Kami mempelajari masalah-masalah yang terjadi di negara lain," katanya.
Secara teknis, taksi online wajib menggunakan kendaraan yang telah melalui uji kir. Selain itu, taksi online harus memakai kendaraan berkapasitas minimal 1.000 cc. Sementara itu, untuk pelayanan eksekutif, taksi online wajib menggunakan kendaraan minimal berkapasitas 1.500 cc.
Taksi online juga wajib memasang tulisan “taksi” dan nama perusahaan serta dilengkapi pendingin udara. Setiap kendaraan wajib mendapat nomor urut dan mencantumkan nomor layanan pengaduan masyarakat.
AVIT HIDAYAT