TEMPO.CO, Cirebon - Dalam waktu 14 hari, Pelabuhan Cirebon akan ditutup. Pelabuhan bisa dibuka, jika dokumen kelengkapan lingkungan hidup dipenuhi oleh Pelindo. Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Cirebon, Revolindo, Ahad, 13 Maret 2016.
"Saya sudah menerima surat dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut," kata Revo.
Surat tertanggal 11 Maret 2016 tersebut memerintahkan agar KSOP melaksanakan penertiban penghentian sementara aktivitas bongkar batu bara di Pelabuhan Cirebon selambat-lambatnya 14 hari sampai dengan persyaratan perizinan lingkungan hidup dipenuhi oleh PT Pelindo II Cabang Cirebon.
Surat bernomor PF. 001/1/16/PJPL-2016 tersebut juga menyebutkan, dasar penerbitan surat penghentian tersebut adalah surat dari Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kepada Menteri Perhubungan No S.145/SETJEN/ROUM/SET.1/2/2016 tertanggal 5 Februari 2016 yang menyebutkan PT Pelindo II Cabang Cirebon telah melakukan pelanggaraan terkait dokumen lingkungan dan izin lingkungan dalam kegiatan bongkar batu bara di Pelabuhan Cirebon.
Selain itu disebutkan pula kegiatan bongkar muat batu bara telah dikeluhkan oleh masyarakat sekitar dan mengakibatkan pencemaran udara dan mengganggu kesehatan masyarakat sekitar. Atas dasar itulah akhirnya Dirjen Perhubungan Laut memerintahkan KSOP Cirebon untuk menutup Pelabuhan Cirebon untuk aktivitas bongkar muat batu bara.
"Pada 12 Maret 2016 saya pun sudah mengeluarkan surat kepada PT Pelindo II Pelabuhan Cirebon," kata Revo. Surat tersebut berisi agar PT Pelindo II Pelabuhan Cirebon segera memenuhi persyaratan kelengkapan lingkungan hidup yang diminta.
Namun saat ditanyakan persyaratan apa saja yang harus dilengkapi, Revo pun mengaku tidak tahu. "Karena selama ini Kementerian LH dan Kehutanan tidak pernah berkoordinasi dengan saya terkait perizinan apa saja yang harus dilengkapi," kata Revo.
Termasuk pemasangan plang peringatan pelanggaran lingkungan hidup beberapa waktu lalu pun menurut Revo tanpa ada koordinasi dengan dirinya. "Silahkan tanya ke Pelindo persyaratan apa saja yang harus dilengkapi," katanya.
Saat ditanyakan kapan waktu pasti ditutupnya Pelabuhan Cirebon untuk aktivitas bongkar batu bara, menurut Revo terhitung sehari setelah surat dikeluarkan. "Berarti 14 hari terhitung setelah tanggal 12 Maret 2016. Ini sesuai dengan ketentuan undang-undang," kata Revo.
Sementara itu ketua Indonesia National Shipowners Association (INSA) Cirebon, Adhe Purnama, mengakui sudah menerima surat dari KSOP mengenai penutupan Pelabuhan Cirebon. "Saat ini masih ada 24 tongkang batu bara yang antre untuk bongkar di pelabuhan," kata Adhe.
Dengan rencana adanya penutupan pelabuhan, kemarin KSOP sudah mengambil kebijakan membuka 3 dermaga untuk bongkar batu bara. Padahal sebelumnya hanya 1 dermaga yang dioperasikan. Dengaan 3 dermaga ini berarti bisa menampung hingga 5 tongkang batu bara.
Adhe pun mengaku sebenarnya keberatan dengan penutupan bongkar batu bara. Karena selama ini mereka sudah berupaya melakukan berbagai langkah agar debu batu bara bisa diminimalkan. Tapi ternyata, Pelabuhan Cirebon akhirnya tetap ditutup untuk batu bara. "Sampai sekarang belum ada pelabuhan alternatif untuk bongkar batu bara," kata Adhe.
Saat ditutup beberapa waktu lalu, Adhe mengaku beberapa pengusaha mengalihkan bongkar batu bara ke Pelabuhan Marunda. "Tapi biayanya lebih mahal," katanya. Terlebih armada untuk mengangkut ke Bandung pun tidak memadai. Karenanya mereka pun mendesak agar PT Pelindo II Pelabuhan Cirebon bisa melengkapi persyaratan lingkungan hidup yang diminta.
Sekitar 90 persen produk yang bongkar di Pelabuhan Cirebon adalah batu bara. Pasokan batu bara yang sandar di Pelabuhan Cirebon digunakan untuk memasok bahan bakar PLTU dan pabrik tekstil di Bandung juga di wilayah Jawa Tengah bagian barat.
IVANSYAH