TEMPO.CO , Jakarta: Bank Indonesia memantau laporan 1.600 perusahaan per Agustus 2015, yang memiliki utang luar negeri terkait kepatuhannya memenuhi peraturan kehati-hatian dalam pinjaman luar negeri.
“Sejauh ini dari 1.600 perusahaan, 74,8 persennya sudah patuh dengan kewajiban minimum melakukan hedging (lindung nilai),” ujar Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, saat ditemui di kompleks gedung Bank Indonesia, Jumat, 16 Oktober 2016.
Baca Juga:
Agus menuturkan, mayoritas perusahaan yang melakukan hedging karena aktiva dalam valuta asingnya lebih banyak dari pasiva dalam valuta asingnya. Sehingga, sebanyak 74,8 persen dari total perusahaan tersebut dianggap sudah memenuhi persyaratan.
Sementara sekitar 400 perusahaan sisanya, masih perlu memenuhi kewajiban hedging tersebut. Ia menyebutkan kurang lebih sebanyak 20 persen perusahaan sudah berhasil memenuhi kebutuhan kewajiban minimum hedging. “Masih ada kira-kira 320 perusahaan yang belum memenuhi,” kata Agus.
BI berharap pada bulan-bulan berikutnya menjelang akhir 2015, tingkat kepatuhan dari perusahaan-perusahaan tersebut lebih tinggi. Menurut Agus, Indonesia termasuk ke dalam negara yang secara pro-aktif meminta pelaku usaha swasta untuk taat dan berhati-hati dalam mengambil utang luar negeri.
Langkah tegas yang dimiliki Indonesia ini, menurut Agus, mendapat banyak apresiasi dari negara lain. “Memang pada saat pertemuan IMF (Dana Moneter International) di Peru kemarin banyak negara berkembang yang ingin bisa mendalami dan memahami bagaimana kita bisa mengeluarkan peraturan seperti itu,” tuturnya.
Kebijakan untuk memenuhi kewajiban minimum hedging dinilai pentingsebagai bentuk respon kekhawatiran dari dunia usaha ketika melakukan utang luar negeri dengan terlalu agresif. Sehingga kemudian membahayakan perusahaan itu sendiri dan berlanjut membahayakan stabilitas ekonomi nasional.
GHOIDA RAHMAH