TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Direktur PT Gendhis Multi Manis Kamadjaya menyambangi kantor Wakil Presiden Jusuf Kalla. Dia mengeluhkan perlakuan tak adil pemerintah terhadap perusahan gula berbasis tebu yang tidak dapat mengimpor gula mentah, tidak seperti perusahaan gula rafinasi.
"Kalau kami tidak boleh impor, semuanya tidak boleh, dong. Tapi kalau impor mestinya kita juga dikasih, itu yang saya protes," katanya di Istana Wakil Presiden, Jumat, 8 Mei 2015.
Dia mengatakan perusahaan gula rafinasi boleh melakukan impor dan mendapat fasilitas bebas biaya masuk, sehingga harga produk mereka lebih rendah daripada harga gula petani. Hal itulah yang membuat industri gula dalam negeri semakin lama semakin hancur.
Kamadjaya menyebutkan jumlah pabrik tebu tahun ini tinggal 57, turun dari angka 163 pada 1996. Sebaliknya, jumlah perusahaan gula rafinasi meningkat dari 1 pada 1996 menjadi 11 saat ini.
Kepada wartawan, Kamadjaya menjelaskan bahwa dalam pertemuan itu dia memberi masukan kepada Kalla tentang kombinasi kebijakan perdagangan dan investasi pabrik gula. Menurut dia, kebijakan perdagangan dan investasi sekarang tidak mendorong investor membangun pabrik gula berbasis tebu.
"Saya kasih masukan ke Wapres, cita-cita Kabinet Kerja ini kan Nawacita. Nomor satu itu kedaulatan, memberantas mafia impor," katanya.
Kamadjaya menginginkan pemerintah memberikan kelonggaran impor 200 ribu ton gula mentah. Dia meyakini impor tersebut tidak akan merugikan para petani lokal. Dia berjanji memberikan insentif jaminan harga kepada petani.
"Seperti tahun lalu, saat pemerintah menetapkan harga Rp 8.250, saya bayar petani Rp 9.000 per kilogram," katanya.
ALI HIDAYAT