TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat ekonomi dari Universitas Gadjah Mada, Tony Prasetiantono, mengatakan inflasi 1,07 persen pada awal tahun ini masih aman. "Sebab, secara historis, inflasi Januari memang selalu tinggi, antara 0,5 - 1 persen," kata Tony saat dihubungi Tempo, Senin, 3 Februari 2014.
Dengan inflasi 1,07 persen pada Januari 2014, sepanjang Januari 2013 hingga Januari 2014 (YoY), inflasi mencapai 8,22 persen. "Inflasi YoY itu juga masih dalam batas ekspektasi," ujarnya.
Tony mengatakan meskipun inflasi Januari tersebut tertinggi dalam lima tahun terakhir, ia berharap pada bulan-bulan selanjutnya bisa terjadi penurunan indeks harga konsumen atau biasa disebut deflasi. "Asalkan cuaca normal, bisa terjadi deflasi pada bulan-bulan selanjutnya. Tapi jika masih ada cuaca ekstrem, inflasi masih terjadi, tapi cenderung mereda," ujarnya.
Ia juga berharap tingginya data inflasi ini tak sampai memberi tekanan terhadap rupiah. Sebab, pada saat yang sama, hari ini Badan Pusat Statistik mengumumkan data neraca perdagangan Desember 2013 yang surplus US$ 1,54 miliar. "Berita ini sangat positif dan bisa memberi ketenangan pada pasar."
Dalam posisi seperti ini, kata Tony, suku bunga Bank Indonesia tidak perlu lagi dinaikkan. Alasannya, posisi rupiah yang mulai stabil pada level Rp 12.100-12.200 per dolar Amerika Serikat bisa memberi insentif pada ekspor. Rupiah yang membaik bisa mendorong ekspor dan menekan impor, sehingga terjadi surplus perdagangan.
AYU PRIMA SANDI
Berita lain:
21 Kereta Baru, KAI Incar Pendapatan Rp 5,2 T
Kisruh Beras Ilegal,Suswono Beberkan Cara Impornya
Garap Geotermal, PT SERD Pasok Listrik 2x110 MW
Stasiun Jebres akan Jadi Stasiun Angkutan Barang
Merpati Tak Terbang Sampai 5 Februari 2014