TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia semakin intensif menggelar pembicaraan dengan Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) untuk membahas rencana pendirian prinsipal lokal kartu kredit. Selama ini, prinsipal yang ada masih didominasi asing.
"Pembicaraan sudah dilakukan dengan lebih intensif karena semuanya perlu proses dan perlu persiapan, mudah-mudahan tidak terlalu lama. Paling tidak 2013," kata Kepala Grup Pengembangan dan Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Sri Suparni di Bank Indonesia, Selasa, 4 September 2012.
Beberapa prinsipal asing yang berbisnis di Tanah Air, di antaranya PT American Express Indonesia, PT JCB International Indonesia, PT Mastercard Indonesia, PT Visa Worldwide Indonesia, dan PT Union Pay Indonesia. Bank Central Asia (BCA) sudah menerbitkan kartu kredit sendiri.
Sri menjelaskan, pasar Indonesia memiliki nilai tinggi. "Kalau bisa dinikmati oleh nasional, lebih bagus lagi dan harapannya lebih efisien," ucapnya. Jika menggunakan prinsipal lokal, keuntungan kartu kredit bisa untuk diputar di dalam negeri.
Analis senior Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran (DASP) Bank Indonesia, Aloysius Donanto, menjelaskan, upaya yang dilakukan industri lokal bukan sesuatu yang baru. "Negara lain pun mengupayakan (untuk punya prinsipal dalam negeri)," ujarnya.
Pendirian brand kartu kredit domestik, dinilai Aloysius, tak mudah. "Kami sudah bicara, ini tidak semata bisnis. Ini sudah masuk politik dan bisnis karena kita menciptakan domestic brand yang melawan dominasi multinational brand," ucapnya. Multinational Brand, katanya, juga telah memiliki model bisnis yang kompetitif. Mereka menyepakati insentif bagi bank selaku penerbit, penyedia jaringan, dan nasabah yang menjadi kliennya.
Aloysius menilai, industri sesungguhnya bisa memikirkan pula untuk memanfaatkan keberadaan multinational brand dengan meminta kompensasi tertentu. Alasannya, pasar di Indonesia sangat besar dan pembelanjaan dengan kartu kredit lebih banyak di domestik. Ia mencontohkan biaya yang dikenakan untuk merchant.
Selain itu, Indonesia juga bisa meminta prinsipal asing agar lebih berkompensasi besar bagi perekonomian Indonesia. "Seperti kalau di Singapura, settlement banknya di sana. Kalau Malaysia, pengelolaan jaringannya di sana," ujarnya. Kompensasi semacam ini, dia menjelaskan, belum diterapkan di Indonesia.
MARTHA THERTINA
Berita terpopuler lainnya:
Kisah Kang Jalal Soal Syiah Indonesia (Bagian 6)
Andik Vermansyah Pindah Ke Liga Utama Amerika
Polisi Tahan Kuasa Hukum John Kei
Jarak Tempuh Sepeda Motor Bakal Dibatasi
Panwaslu: Iklan Televisi Jokowi Masuk Pelanggaran
Jangan Katakan Kalimat Ini ke Anak Anda
Doberman Ikut Jaga Hillary Clinton di Jakarta
Scientology Seleksi Calon Istri Tom Cruise
Calo Penerimaan Pegawai Negeri Diungkap
Begini "Hotel" di Pesawat Boeing 747 Aeroloft