“Kita pernah moratorium pada tahun 2005 karena bencana tsunami (Aceh dan Nias), itu force majeur. Itu pun hanya bunganya saja,” kata Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, Rahmat Wakuyanto di kantornya kemarin. “Itu pun kreditur yang menawarkan,” ujarnya menambahkan.
Alasan lain, Rahmat melanjutkan, prospek perekonomian Indonesia yang membaik. Rating Indonesia di mata lembaga-lembaga juga semakin baik. Indikatornya, Indonesia sudah masuk investment grade.
Dengan begitu, pemerintah tetap akan melunasi pinjaman luar negerinya. "Kita akan selalu melakukan debt switching. Kita pindahkan sedikit-sedikit tapi sering," katanya.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, pinjaman luar negeri dari tahun ke tahun berkisar Rp 100 triliun hingga Rp 110 triliun yang jatuh tempo pada 2011.
Rahmat menjelaskan, pengajuan moratorium pinjaman luar negeri tidaklah mudah. Apalagi untuk pinjaman eks Paris Club atau OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development atau Organisasi untuk Kerjasama dan Pengembangan Ekonomi), harus melibatkan Lembaga Moneter Internasional (IMF). Di Indonesia, IMF masih dipandang negatif.
Pengajuan moratorium pinjaman juga tidak bisa dilakukan sebagian, melainkan paripasu (semua kreditur menerima pelunasan). “ Kalau hanya satu kreditur, nanti yang lain persepsinya kita mau moratorium karena dalam kesulitan. Mau default," kata Rahmat.
Dampak buruk dari moratorium adalah punish dari pasar dengan imbal hasil (yield) yang langsung naik sehingga biaya-biaya bunga menjadi naik.
Ekonom dari Universitas Gadjah Mada, Revrisond Baswir meminta pemerintah menghentikan kebiasaan mengajuan pinjaman luar negeri karena kemampuan bayarnya yang masih lemah. "Kalau terus-terusan begitu, gali lobang tutup lobang jadi kebiasaan," katanya kemarin.
Seharusnya pemerintah melakukan terobosan yang akan berimbas positif terhadap stabilitas keuangan dalam negeri. Misalnya melakukan penghematan dengan mengoptimalkan sektor-sektor pendukung. Yang terjadi sekarang, kata Baswir, pemerintah malah terjebak dalam utangnya sendiri.
Sebelumnya, sejumlah anggota DPR juga mendesak pemerintah untuk melakukan moratorium utang luar negeri. Bahkan para legislator ini berencana membuat hak angket terkait dengan masalah membengkaknya pinjaman luar negeri.
EVANA DEWI I IQBAL MUHTAROM I APRIARTO MUKTIADI I MARIA
Sumber: Koran Tempo, 13 Agustus 2010