"Logonya hanya ditempel tapi tidak terdaftar," ujar Kepala Sub Direktorat Pengawasan Barang Industri Logam, Mesin, Elektronik dan Aneka, Veri Anggrijono, saat ditemui di Departemen Perdagangan, Jakarta, Kamis (6/8). Kesebelas lampu hemat energi tersebut adalah merek Mincom, Oke, Pancaran, Banis, Baris, SZ-MR, Mikawa, Eiki, Avatar, Crystal, dan Kaizee.
Padahal berdasarkan Peraturan Menteri Pedagangan Nomor 14 Tahun 2007 Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI), lampu hemat energi merupakan barang beredar yang wajib memiliki SNI. "Seluruh produk harus memenuhi standar yang telah ditentukan," tambahnya.
Direktur Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Direktorat Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perdagangan Inayat menambahkan lampu hemat energi tersebut yang dijual murah di pasaran seharga Rp 4.500 per unit, jauh lebih murah dibandingkan harga barang serupa yang dibanderol Rp 10.000 per unit. "Dugaan barang ini tidak sesuai dengan SNI semakin kuat, bagaimana dengan harga 4500 bisa memiliki kualitas tinggi," katanya.
Persyaratan SNI untuk lampu hemat energi, ia melanjutkan, dibutuhkan untuk melindungi konsumen. Lampu yang diproduksi secara asal-asalan, kata Very, dapat memicu kebakaran. "Kami harus melindungi konsumen," tuturnya.
Sebelumnya Departemen Perdagangan menyita ratusan ribu lampu hemat energi yang diduga mencantumkan logo SNI ilegal. Inayat mengatakan selanjutnya pemerintah akan memanggil importir dan melakukan uji coba laboratorium guna memeriksa kualitas standar produk. "Barang kami sita dan tidak boleh dijual," kata dia.
VENNIE MELYANI