Suzetta melihat yang dominan dalam LoI tersebut hanyalah dijadikannya jaminan aset-aset di BPPN dan BUMN. Suzetta menyesalkan, tidak adanya reorientasi program oleh pemerintah. “Hanya menjual aset saja,” kata dia. Padahal, titik berat yang diinginkan adalah reorientasi dalam bentuk program baru di BPPN.
Dia mencontohkan, bentuk program yang dimaksud seperti menset-up aset, merestrukturisasi aset, dan menarik obligasi. Ia juga menyesalkan ketidaktegasan pemerintah mencantumkan reorientasi program di dalam LoI. Antara lain, bagaimana justru BPPN bisa melajutkan penarikan atas obligasi terutama di bank mereka. “Jumlahnya cukup besar sekitar 420 triliun rupiah,” ujarnya. Program seperti ini, kata Suzetta yang seharusnya dibuat oleh BPPN, bukan hanya menjual.
Menurut Suzetta, saat ini terdapat dua ribu debitur kecil, menengah, dan besar di BPPN yang jumlahnya mencapai 90 persen. Namun, yang direstrukturisasi baru 10 persen, termasuk KUT yang besarnya Rp 9 triliun. Padahal, untuk KUT tidak bisa direstrukturisasi tanpa dibantu. (Retno Sulistyowati)