TEMPO.CO, Jakarta - Perundingan antara pemerintah dan PT Freeport Indonesia telah mencapai kata sepakat. Ada empat poin yang disetujui di antaranya adalah divestasi 51 persen saham Freeport. Poin lainnya adalah perpanjangan operasi, pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) serta stabilitas investasi.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan pekan lalu menyatakan semua poin yang dibahas telah disepakati. Adapun beberapa hal tinggal menunggu pembahasan teknis, misalnya jangka waktu pelepasan saham divestasi dan penerimaan negara.
Tampak mulus di permukaan, proses mencapai kesepakatan yang disajikan dalam konferensi pers Selasa pekan lalu rupanya sempat menimbulkan kerepotan. Seorang pejabat di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengatakan pertemuan empat pasang mata pada Ahad pekan lalu rupanya bukan akhir dari drama perundingan dengan Freeport.
Seperti dikutip dari Majalah Tempo edisi 4 September 2017, pejabat tersebut bercerita, seusai perundingan itu, Freeport masih berupaya menawar. Salah satunya agar realisasi divestasi bisa dilakukan secara bertahap.
Baca: Siapa Pemegang 51 Persen Saham Freeport, Ini Jawaban Jonan
Baca Juga:
Pelepasan kepemilikan saham diusulkan tidak seketika 51 persen, melainkan dua atau tiga kali sepanjang 2018-2019. “Sebab, ada yang bilang divestasi mengacu sejak lima tahun produksi, tapi ada yang bilang mengacu ke IUPK,” ujar pejabat tersebut.
Perkara lainnya soal skema perpanjangan operasi. Seperti sikap Freeport sebelum-sebelumnya, Adkerson masih berharap kelanjutan operasi perusahaan tambang sampai 2041 diputuskan dalam sekali waktu saja. Bukan setiap sepuluh tahun. “Tapi kami bilang tidak bisa, harus 2 x 10 tahun,” ucap pejabat tadi.
Keesokan harinya, Freeport masih gigih soal skema perpanjangan operasi. Kali ini caranya memutar. Setelah pemerintah melapor kepada Presiden Joko Widodo pada Senin sore pekan lalu, tim dari Freeport, yang digawangi Wakil Presiden Direktur Freeport Indonesia Tony Wenas, meminta dilibatkan dalam pembuatan siaran pers. “Freeport maunya tertulis kalimat ‘perpanjangan sampai 2041’,” kata pejabat tersebut.
Permintaan itu ditolak tim Kementerian Energi yang dikoordinasi Sekretaris Jenderal ESDM sekaligus Kepala Tim Negosiasi antara pemerintah dan Freeport, Teguh Pamudji. Teguh, yang didampingi sejumlah pejabat ESDM, di antaranya Kepala Biro Perencanaan Agus Cahyono dan Staf Khusus Menteri Bidang Komunikasi Hadi Mustofa Djuraid, berkeras penulisan soal perpanjangan harus menyebut skema 2 x 10 tahun.
Ketegangan saat menyusun rilis itu baru mengendur sekitar pukul 12 malam, saat kedua pihak sepakat menulis: sebagaimana diatur dalam IUPK, maka PT Freeport Indonesia akan mendapatkan perpanjangan masa operasi maksimal 2 x 10 tahun hingga 2041.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Biro Perencanaan Agus Cahyono membenarkan pembahasan berlangsung sampai malam. Agus menjelaskan soal teknis pembuatan siaran pers malam itu, tapi ia meminta Tempo tidak mengutip pernyataannya. Sementara itu, Teguh Pamudji sempat menjawab panggilan telepon dari Tempo. Namun ia mengaku sedang bersama Menteri ESDM sehingga belum bisa memberi penjelasan.
Tony Wenas menolak menjelaskan perihal keruwetan yang sempat terjadi saat merumuskan pernyataan soal skema perpanjangan ini. Juru bicara Freeport, Riza Pratama, juga enggan berkomentar. Ia hanya meneruskan pernyataan tertulis dari perusahaan. Merujuk pada pernyataan Adkerson, perusahaan pada prinsipnya siap bekerja sama dengan pemerintah untuk mencapai kesepakatan. Adkerson banyak tersenyum saat hasil perundingan diumumkan.
AYU PRIMASANDI | KHAIRUL ANAM | ISTMAN MUSAHARUN