TEMPO.CO, Sepang - Maskapai berbiaya murah (low-cost carrier/LCC) terbesar di Asia Tenggara, AirAsia, tertarik membeli pesawat produksi Cina, C919. Jet penumpang berbadan besar pertama di Cina ini baru saja melakukan uji terbang. "C919 merupakan pesawat yang menarik," ucap Tony Fernandes, CEO AirAsia, kepada wartawan seusai rapat umum tahunan, Kamis, 26 Mei 2017.
Baca: AirAsia dan Pemerintah Cina Dirikan Maskapai...
Hingga Desember tahun lalu, AirAsia mengoperasikan 174 armada dengan usia rata-rata pesawat 6,5 tahun.
Fernandes menyebutkan AirAsia memiliki hubungan yang erat dengan pemerintah Cina. Pihaknya telah menjalin kerja sama dengan beberapa perusahaan Cina, antara lain Huawei, Industrial and Commercial Bank of China, dan Tencent.
Sebagai CEO maskapai penerbangan asing potensial pertama yang masuk ke Cina, Fernandes berharap industri di Cina terus bertumbuh dengan baik tahun depan sehingga berpengaruh positif terhadap AirAsia. "Kami sudah dapat proposal bantuan pembiayaan dan diharapkan tahun depan bisa terealisasi," ucapnya, seperti dilansir China Daily News.
Awal Mei 2017, AirAsia menandatangani nota kesepahaman dengan China Everbright Group dan Henan Government Working Group untuk mendirikan maskapai berbiaya murah. Pendirian AirAsia China dengan nilai investasi yang diperkirakan mencapai US$ 100 juta itu mengakhiri teka-teki yang selama ini berkembang.
Sebelumnya, Fernandes mengatakan, selama 16 tahun, AirAsia berhasil membangun bisnis di kawasan Asia-Pasifik, antara lain di Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, India, dan Jepang. "Pendirian perusahaan patungan di Cina diharapkan bisa semakin memantapkan bisnis kami," ujarnya.
Baca: AirAsia Buka Rute Penerbangan Indonesia ke Mumbai dan Makau
AirAsia sudah terbang ke Cina sejak 2005. AirAsia dan AirAsia X saat ini menerbangi 17 rute dan menjadi maskapai asing terbesar yang beroperasi di Cina.
SETIAWAN ADIWIJAYA