TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menyoroti masih minimnya dana-dana jangka panjang, seperti dana pensiun dan asuransi, yang diinvestasikan untuk pembangunan infrastruktur.
Bambang mengkritik industri dana pensiun yang enggan berinvestasi di sektor infrastruktur. Investasi dalam sektor infrastruktur memang masih menjadi hal yang baru di Indonesia. Selama ini, deposito menjadi pilihan karena bisa memberikan hasil dalam jangka waktu yang singkat. Sedangkan keuntungan dari investasi infrastruktur perlu jangka waktu yang cukup panjang.
Baca: Kejar Proyek Infrastruktur, Pemerintah Siapkan Skema Pembiayaan
"Maksudnya, kalau masuk ke infrastruktur, bukan pendapatan dividen yang dikejar, melainkan capital gain," kata Bambang dalam sebuah diskusi di Jakarta Pusat, Kamis, 4 Mei 2017.
Padahal, apabila dihitung tahunan, keuntungan yang diperoleh dari berinvestasi di infrastruktur akan lebih besar dibanding deposito, obligasi, atau instrumen lain. Memang, kata Bambang, salah satu kesulitan penggunaan dana pensiun dalam pembiayaan infrastruktur di Indonesia adalah aturan yang berlaku. "Investasi langsung ini masih dibatasi di 10 persen," ujarnya.
Bambang lantas menceritakan pengelolaan dana pensiun guru di Ontario, Kanada yang dananya bisa mencapai 20 hingga 30 kali dari dana pengelolaan BPJS ketenagakerjaan. Padahal jumlah guru di Ontario tentu lebih sedikit daripada peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Ternyata, kata Bambang, perusahaan dana pensiun guru Ontario itu sudah rutin membeli obligasi pemerintah Indonesia. "Mereka sudah masuk pasar saham kita. Mereka juga bertanya mengenai proyek infrastruktur yang dapat dimasuki," ucapnya.
Baca: Mandiri Siapkan Kredit Rp 90 Triliun ke Sektor Infrastruktur
Menurut Bambang, sumbangsih dana pensiun terhadap pembangunan infrastruktur negara juga ditunjukkan dalam pembangunan Bandara Internasional Kuala Lumpur, Malaysia. Sehingga dia heran mengapa di Indonesia skema pembiayaan ini masih belum populer.
Untuk mendorong hal itu, pemerintah, kata Bambang, membuka beberapa opsi. "Bukan hanya direct equity financing, melainkan juga lewat reksa dana peminjaman terbatas, serta akan disempurnakan lagi regulasinya," katanya.
Selain mengharapkan masuknya investasi dana pensiun luar negeri, Bambang berharap ke depannya ada perubahan aturan mengenai batasan investasi pembiayaan infrastruktur. "Kita minta relaksasi 15 hingga 20 persen," ujarnya.
CAESAR AKBAR|SETIAWAN ADIWIJAYA