TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Indonesia akan berupaya keras meyakinkan Amerika Serikat bahwa tidak ada kebijakan dumping dan subsidi pada produk biodiesel Tanah Air. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan, meminta perusahaan-perusahaan yang memproduksi biodiesel kooperatif dalam proses investigasi.
"Perusahaan-perusahaan kami ajak kooperatif terhadap investigasi yang sudah dimulai pada 13-14 April lalu," kata dia di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Senin, 17 April 2017. Oke pun meminta para produsen biodiesel bersikap terbuka dan bersedia memberikan informasi.
Baca: Produsen Biodiesel Tuntut Eropa Hapus Bea Antidumping
Sebelumnya, National Biodiesel Board Fair Trade Coalition (Dewan Biodiesel Amerika Serikat) mengusulkan petisi anti-dumping dan anti-subsidi biodiesel. Petisi itu berpotensi merugikan ekspor biodiesel Indonesia ke Amerika Serikat karena akan dibebani tarif pajak yang tinggi.
Setelah petisi tersebut, Amerika Serikat akan datang ke Indonesia untuk melakukan investigasi. Oke menilai pemerintah perlu mendampingi perusahaan-perusahaan yang akan diselidiki tersebut. "Agar investigasinya sesuai dengan koridor yang ditetapkan WTO."
Komisaris Utama PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor, memastikan pemerintah Indonesia tidak memberlakukan kebijakan dumping kepada pengusaha biodiesel. Perusahaan siap membuka data mereka kepada pihak luar ihwal pengelolaan sawit mereka. "Kami akan memberikan data kami kepada mereka soal biaya produksi kami."
Simak: Pemerintah Berkoordinasi Jaga Inflasi Menjelang Lebaran
Selain dituduh melakukan dumping, kata Tumanggor, produk biodiesel Tanah Air dituding mendapat keringanan berupa tax allowance. "Hal yang paling lucu adalah adanya anggapan kawasan industri sawit disediakan pemerintah. Padahal itu milik kami," ujar Tumanggor.
Saat ini, dia menambahkan, Eropa mengenakan tarif bea masuk yang tinggi. Akibatnya, perusahaan tak bisa menyuplai permintaan mereka. Ia memastikan perusahaan akan meneruskan komitmen-komitmen yang kontraknya sudah ditandatangani. "Karena sudah kontrak, ya harus kami penuhi."
Bos Indo Agri, Franciscus Welirang, mengatakan akan mempelajari resolusi tersebut. Perusahaan akan aktif dan konsisten mengadakan dialog agar Eropa lebih mengerti. "Jadi, kami tak dipermainkan dengan masalah aneh seperti hal lingkungan," ujarnya.
DIKO OKTARA