TEMPO.CO, Jakarta - Biaya investasi kereta cepat Jakarta-Bandung berpotensi membengkak lebih dari Rp 68 triliun. Desain jalur kereta sepanjang 142 kilometer itu belum mengantongi izin teknis keamanan dan keselamatan di zona rawan longsor dan gempa bumi dari Komisi Keamanan Jembatan dan Terowongan Jalan (KKTJ). Potensi pembengkakan kian menganga apabila kerusakan ditemui setelah China Development Bank mencairkan pinjaman untuk pembangunan konstruksi.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengungkapkan jalur kereta tersebut rawan secara topografi dan morfologi. Basuki mencontohkan longsor Jembatan Cisomang dan Jalan Tol Cipularang di kilometer 92 dan 97, yang jalurnya hampir serupa dengan kereta cepat. "Kalau diatasi dengan teknologi pasti bisa, tapi kalau tidak diperhitungkan dalam desain, akan menyebabkan cost overrun (pembengkakan biaya) yang tinggi," kata Basuki, kemarin.
Baca: Luhut Ungkap Kelemahan Cina dalam Proyek Kereta Cepat
Masalah ini diungkapkan dalam rapat terbatas di Istana Negara, Selasa lalu. Kepada Basuki, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengingatkan potensi pembengkakan investasi mencapai 30 persen. "Saya bilang mungkin lebih dengan kondisi geologi seperti itu," ujar Basuki.
Masalah lain, hingga kini, China Development Bank masih melakukan negosiasi pencairan pinjaman biaya proyek. Pencairan dapat dilakukan setelah pembebasan lahan, juga revisi tata ruang wilayah nasional yang mencantumkan proyek kereta cepat selesai diundangkan.
Baca Juga:
Baca: Pencairan Pinjaman Proyek Kereta Cepat Masih Tahap Finalisasi
Ketika argo bunga pinjaman berjalan, temuan longsor atau pergeseran tanah akan menjadi obyek klaim oleh China Development Bank. Pengalaman serupa pernah terjadi saat pembangunan Jembatan Surabaya-Madura (Suramadu). Saat itu, pemerintah menanggung tambahan biaya hingga dua kali lipat, dari Rp 2,5 triliun menjadi Rp 5 triliun.
Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan kontraktor Cina tidak memiliki pengalaman dan teknologi yang mumpuni dalam menghadapi gempa atau pergeseran tanah. Kontraktor perlu mendapatkan sertifikasi kelayakan atas risiko gempa, meskipun ia yakin masalah ini tak akan mempengaruhi rancangan rencana tata ruang wilayah yang telah disusun. "Pergerakan tanah ini perlu teknologi yang baik," kata Luhut di Kompleks Istana Kepresidenan.
Ketua Komisi Keamanan Jembatan dan Terowongan Jalan (KKJTJ) Arie Setiadi Moerwanto mengatakan timnya belum pernah diminta mengkaji desain jembatan dan terowongan kereta cepat di lintasan rawan longsor dan gempa. Seluruh pembangunan jembatan dan terowongan seharusnya melalui kajian para pakar di komisi ini. Sedangkan PT Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC) telah menandatangani kontrak konstruksi pembangunan (engineering, procurement, and construction atau EPC) senilai US$ 4,7 miliar atau Rp 62,438 triliun dengan kurs Rp 13.200. Pengerjaan konstruksi akan dilakukan secara parsial dan bertahap. "Makanya desainnya harus kami sertifikasi dulu," kata Arie.
Menurut Arie, desain teknis kereta cepat harus menyertakan kajian mitigasi yang mencakup beban angkutan serta kecepatan kereta yang disesuaikan dengan lintasannya. "Khusus kereta ada standar yang harus dipenuhi."
Selain menambah ongkos investasi, nihilnya kajian mitigasi berpengaruh terhadap keselamatan penumpang. Dalam rapat terbatas, Presiden Jokowi meminta tim mengkaji ulang desain sehingga penyelesaian pembangunan diyakini molor dari target tahun 2019. "Presiden sudah bilang enggak ada lagi selesai 2019," kata Basuki.
ADITYA BUDIMAN