TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mengingatkan pemerintah agar mengantisipasi laju inflasi pada Maret dan Mei mendatang akibat kenaikan tarif listrik 900 VA secara bertahap.
"Bulan Januari, kenaikannya masih tipis, nanti terbagi lagi pada Februari," kata Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu, 1 Februari 2017. "Yang perlu diwaspadai adalah kenaikan pada Maret dan Mei."
Baca: Sri Mulyani: Negara Siapkan Rp 22 T untuk Beasiswa LPDP
Suhariyanto berujar, kenaikan tarif listrik 900 VA mulai awal Januari lalu itu sudah berkontribusi cukup tinggi, yaitu sebesar 0,19 persen, terhadap inflasi umum Januari 2017 sebesar 0,97 persen month-to-month.
Penyesuaian tarif listrik dengan daya 900 VA dilakukan pemerintah agar subsidi lebih tepat sasaran untuk 19 juta rumah tangga. Suhariyanto menuturkan, awalnya, dampak kenaikan tarif listrik Januari baru akan dirasakan pada Februari. "Tapi ternyata sekitar 41 persen pelanggan adalah jenis prabayar, sehingga sudah terlihat pada Januari," ucapnya.
Simak: Mandiri Sekuritas Prediksi Ekonomi 2017 Positif
Tantangan inflasi lain pada 2017, kata dia, juga datang dari sisi eksternal, yaitu kenaikan harga komoditas global, khususnya minyak dunia. "Akibatnya, harga bensin naik. Andilnya pada Januari saja sudah 0,08 persen," ucapnya.
Suhariyanto menjelaskan, inflasi inti juga tercatat meningkat menjadi 0,34 persen karena adanya kenaikan tarif pulsa ponsel dan harga ikan segar.
Secara keseluruhan, menurut dia, inflasi 2017 akan banyak dipengaruhi komoditas dan jasa yang harganya diatur pemerintah (administered prices).
Suhariyanto berujar, pemerintah dan Bank Indonesia harus terus berkoordinasi agar inflasi tetap terkendali, khususnya memastikan dari sisi suplai dan distribusi. Adapun target inflasi pada 2017 adalah 4 plus minus 1 persen. "Seperti beberapa waktu lalu sudah dilakukan, ya bersama menyusun langkah strategis mengendalikan inflasi."
GHOIDA RAHMAH