TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Nasdem, Kurtubi, mengatakan usulan PT Pertamina (Persero) menaikkan harga bahan bakar minyak solar sebesar Rp 500 per liter awal tahun depan belum dibahas di DPR. Namun, dia menilai, harga solar tidak perlu dinaikkan saat ini.
"Kalau kami di DPR, sebaiknya jangan dinaikkan dulu. Tidak elok untuk menaikkan harga solar saat ini," kata Kurtubi saat ditemui usai diskusi terkait revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi di Tanamera Coffee, Jakarta Selatan, Rabu, 14 Desember 2016.
Baca: Harbolnas 2016, Blibli.com Berikan Kejutan Tambahan
Kurtubi menilai, harga solar yang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2016 masih disubsidi sebesar Rp 500 per liter tersebut belum perlu dinaikkan karena sangat dibutuhkan oleh angkutan barang. "Pada saatnya akan dibicarakan (dengan pemerintah). Itu keputusan DPR pada akhirnya," ujarnya.
PT Pertamina (Persero) mengusulkan harga bahan bakar minyak solar naik Rp 500 per liter awal tahun depan. Menurut Wakil Direktur Pertamina Ahmad Bambang, harga acuan minyak Singapura atau mean of platts Singapore (MOPS) sudah naik melebihi harga jual solar saat ini.
Baca: Online Shop Yakin Harbolnas Akan Dongkrak Transaksi Belanja
Menurut Bambang, kenaikan MOPS dipicu kesepakatan anggota Organisasi Negara Eksportir Minyak (OPEC) menurunkan produksi mereka hingga 1,2 juta barel per hari (bph) tahun depan. Kenaikan MOPS itu diprediksi akan memperbesar defisit Pertamina hingga Rp 700 per liter.
Bambang mengatakan Pertamina sudah mengalami defisit sejak September lalu, saat MOPS berada di level US$ 55-60 per barel. Pertamina telah mengusulkan kenaikan harga solar kepada pemerintah. Namun, Kementerian ESDM hanya menyetujui kenaikan harga BBM jenis Premium Rp 500 per liter.
Menurut Kurtubi, harga minyak yang naik memang membuat subsidi solar bertambah. Ditambah lagi, terdapat kewajiban penyampuran 20 persen produk kelapa sawit atau Fatty Acid Methyl Ester (FAME) ke dalam solar oleh Pertamina. "Harga FAME lebih mahal dari harga solar. Kerugian mungkin berasal dari situ."
ANGELINA ANJAR SAWITRI