TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Anggaran Pendapatan dan Belanja Kementerian Keuangan Askolani mengatakan, keputusan Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak Bumi (OPEC) untuk memangkas produksi minyak pada 2017 akan berdampak positif pada anggaran belanja pemerintah tahun depan.
Hal tersebut ucap Askolani, karena harga minyak dan gas akan menjadi lebih tinggi dan stabil. Ini akan memberikan pemasukan lebih untuk negara khususnya di sektor migas.
Baca Juga:
"Dampaknya ini positif ke APBN-P 2017, di mana pendapatan minyak dan gas bisa lebih tinggi dari perkiraan di APBN, dengan asumsi liftingnya tetap sesuai dengan target," kata Askolani saat ditemui di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Kamis, 8 Desember 2016.
Baca: Presiden Ingin Percepat Penyerapan APBN
Askolani menambahkan secara makro, keputusan OPEC itu akan membuat harga minyak naik. Bila pemotongan produksi dilakukan secara konsisten, maka bisa saja harga minyak tahun depan lebih tinggi, di atas US$ 45 per barel. "Sekarang kan sekitar US$ 50 per barel ya. Kalau jangka waktu setahun, dampaknya adalah harga minyak lebih tinggi," ucapnya.
Sebelumnya, Askolani mengatakan proyeksi sektor migas pada 2017 hanya menyumbang sebesar Rp 6,7 triliun dari total target penerimaan negara bukan pajak atau PNBP sebesar Rp 250 triliun. Hal itu didasari karena penurunan harga minyak dunia serta kemampuan lifting nasional.
Simak: Lebih Dari 8.000 Pengemudi GrabBike Gabung BPJS
Meski OPEC telah memotong produksi minyak dunia, Askolani menyatakan belum ingin membidik target yang lebih tinggi untuk kontribusi sektor migas di tahun depan.
“Kalau mengubah target 2017, mekanismenya dari APBNP, tetapi tentunya tunggu 2017 jalan dulu. Kami tidak bisa memprediksi. Minyak sangat fluktuatif. Kami ingin lebih bijak menyikapinya dengan menunggu 2017 berjalan,” ucap Askolani.
DESTRIANITA