TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan draf revisi aturan soal biaya operasi yang dapat dikembalikan (cost recovery) menyediakan sejumlah insentif fiskal. Bila dulu hanya Kementerian Keuangan yang berwenang mengatur soal insentif tersebut, kata Luhut, kini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pun bisa mengusulkannya.
"Saya sudah bilang ke Bu Ani (Sri Mulyani)," kata Luhut di Gedung BPPT 2, Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa, 18 Oktober 2016. Saat ini, draf beleid itu sudah berada di Menteri Koordinator Bidang Perekonomian untuk ditandatangani dan kemudian diserahkan ke Kementerian Sekretariat Negara untuk diserahkan ke Presiden. “Kami berharap bisa segera dikirimkan ke Setneg untuk direvisi, jadi sudah final.”
Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak atau sering disebut aturan tentang cost recovery. Luhut menyebutkan sejumlah insentif fiskal berupa pembebasan pajak pada periode eksplorasi minyak dan gas bumi serta insentif fiskal untuk periode eksploitasi dengan mempertimbangkan keekonomian proyek.
Luhut menjelaskan, selain insentif fiskal, insentif non-fiskal juga diberikan oleh draf final peraturan tentang cost recovery. Dalam draf itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral memiliki kewenangan untuk memberikan insentif non-fiskal. Seperti investment credit atau pembebasan kewajiban pasok untuk dalam negeri (DMO holiday) selama 60 bulan atau lima tahun.
Di dalam draf beleid itu juga mengatur soal production and revenue sharing. Dalam aturan itu, masih berlaku menggunakan komposisi pembagian yang tetap, yaitu 85:15 atau 70:30.
Kini di dalam draf revisi PP 79, hal itu diatur dengan menggunakan komposisi pembagian yang dinamis. Komposisi pembagian dinamis artinya saat harga minyak tinggi, pemerintah bisa mendapatkan porsi lebih tinggi dan begitu sebaliknya.
DIKO OKTARA