TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia berpotensi besar untuk pertumbuhan industri akuakultur (tambak). Hal ini didukung oleh posisi Indonesia sebagai produsen akuakultur terbesar keempat di dunia. Namun menurut Domy Halim, Senior Consulting Manager di Ipsos Business Consulting, Indonesia baru bisa memanfaatkan 7,38 persen.
Domy menyebutkan akuakultur merupakan sektor produksi pangan yang tumbuh paling cepat secara global. WorldFish Foundation memproyeksikan akuakultur akan bertumbuh lebih dari 10,1 juta metrik ton per tahun, menciptakan 8,9 juta pekerjaan tetap dengan nilai pasar US$ 39,5 miliar per tahun pada 2030.
Menurutnya, dengan terus bertambahnya permintaan seafood global, produksi akuakultur diharapkan mengambil peran lebih besar secara signifikan dibandingkan dengan perikanan tangkap di masa depan.
"Oleh karena itu, dengan dukungan pengetahuan dan teknologi yang tepat, Indonesia berada di posisi yang sangat baik untuk menjadi pemimpin pasar global."
Domy menambahkan meskipun perikanan tangkap secara tradisional telah menjadi kontributor utama makanan laut, pertumbuhannya jauh lebih lambat dibandingkan dengan akuakultur. Dari 2015 sampai 2020, akuakultur diperkirakan bertumbuh sebesar 3,7 persen, sedangkan pertumbuhan perikanan tangkap stagnan di 0,4 persen periode yang sama.
Baca: KNTI Apresiasi Inpres Percepatan Industri Perikanan Nasional
Salah satu komoditi utama Indonesia adalah udang. Menurut Domy, udang diperkirakan menyumbang sekitar US$ 1,5 miliar nilai ekspor dibandingkan ikan dan rumput laut masing-masing US$ 1 miliar dan US$ 0,2 miliar.
Pada periode 2011-2014, pertumbuhan ekspor udang mencapai 15,4 persen dibandingkan ikan dan rumput laut masing-masing 1,4 persen dan 12,8 persen.
"Dengan kombinasi nilai ekspor tertinggi dan tingkat pertumbuhan tercepat di antara komoditas utama, akuakultur udang bisa terbukti menarik bagi perusahaan yang ingin meningkatkan pertumbuhannya," Domy berujar.
Juanri, konsultan senior Ipsos menyebutkan pembudidayaan udang bukan bebas risiko. Wabah penyakit seperti penyakit white feses (WFD) dan sindrom virus white spot (WSSV) dapat mengurangi tingkat bertahan hidup udang hingga di bawah 30 persen dan bahkan memusnahkan seluruh hasil panen.
Simak: #StopBayar Pajak Jadi Viral, Pramono:Tax Amnesty Tetap Jalan
Ia menjelaskan, dengan minimnya pengobatan efektif untuk penyakit udang, petani hanya mengandalkan langkah-langkah preventif untuk meningkatkan kesehatan udang. Salah satu alternatif yang sering ditemukan adalah penggunaan probiotik.
SETIAWAN ADIWIJAYA