TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok memberikan dua opsi kepada PT Pelabuhan Indonesia II untuk mencegah terjadinya kongesti di pelabuhan terbesar di Indonesia itu. Kedua opsi itu adalah, pertama, PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II mengatur ulang waktu layanan bongkar muat atau berthing window kapal berukuran besar di Terminal 3 Tanjung Priok.
Kepala Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok Bay M Hasani mengatakan pihaknya meminta Pelindo II memilih kedua opsi itu seiring dengan semakin padatnya arus barang di Tanjung Priok. Dia menjelaskan kapal besar seperti NYK Line dan Maersk Line yang sebelumnya dilayani di Terminal Peti Kemas (TPK) Koja dan PT Jakarta International Container Terminal (JICT) kini dilayani di Terminal 3 Priok pada waktu yang bersamaan yakni setiap akhir pekan yaitu Jumat dan Sabtu.
“Laporan yang kami terima, kondisi inilah yang menyebabkan antrean dan kemacetan trucking di akses masuk pelabuhan pada setiap akhir pekan,” ujarnya, Selasa (19 Juli 2019).
Dengan opsi penjadwalan ulang pelayanan bongkar muat kedua kapal itu, dia berharap kegiatan ekspor impor lainnya di TPK Koja dan JICT tidak terganggu akibat kapasitas lapangan penumpukan atau container yard (CY) di Terminal 3 Priok terbatas. Untuk opsi kedua, tegasnya, Pelindo II bisa mengalihkan layanan kapal besar di terminal kontainer ekspor impor yang memiliki CY berkapasitas besar. “Saya sudah sampaikan kedua opsi tersebut dan kami beri waktu selama sepekan untuk menjalankan opsi tersebut,” paparnya.
Bay menambahkan pihaknya sudah membentuk tim untuk menginvestigasi terkait dengan kemacetan parah setiap akhir pekan yang berpotensi menyebabkan kemacetan atau kongesti di Terminal 3 Pelabuhan Priok dalam beberapa waktu terakhir. Dia juga bisa menyarankan Syahbandar Pelabuhan Tanjung Priok tidak menerbitkan izin kapal berukuran besar masuk Terminal 3 Priok jika kongesti terjadi di pelabuhan.
Perpindahan kapal NYK Line dan Marsk Line ke Terminal 3 Tanjung Priok dipicu merosotnya produktivitas layanan di JICT beberapa waktu lalu akibat kisruh internal perusahaan yang sebagian sahamnya dikuasai Hutchison Port Holding. Selain itu, tarif bongkar muat peti kemas di Terminal 3 Priok berlaku lebih rendah ketimbang di JICT dan TPK Koja.
GELAR KOORDINASI
Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Gemillang Tarigan mengatakan kepadatan di Terminal 3 yang berimbas kemacetan pada akses keluar masuk pelabuhan bisa diminimalisasi jika akses jalan pelabuhan ke fasilitas Jakarta Outer Ring Road (JORR) E2 sudah beroperasi. Selama proyek JORR E2 belum selesai, Gemilang menilai kemacetan di Priok akan selalu terjadi.
“JORR akses ke Pelabuhan Priok yang belum selesai itu sebenarnya tinggal sekitar 2 km yang menghubungkan antara jalur di sekitar Bogasari ke Semper. Kalau siang malam dikerjakan pembangunannya bisa lebih cepat selesai,” tuturnya. Sebelumnya, pelaku usaha forwarder dan logistik di Pelabuhan Tanjung Priok mendesak penataan ulang di Pelabuhan Tanjung Priok.
Ketua Forum Pengusaha Jasa Pengurusan Transportasi dan Kepabeanan (PPJK) Pelabuhan Tanjung Priok M. Qadar Zafar mengatakan telah terjadi kepadatan parah atau kondisi nyaris kongesti di Priok pada akhir pekan ini atau tepatnya pada Jumat hingga Sabtu.
“Banyak forwarder mengeluh karena pengurusan untuk barang ekspor terlambat masuk pelabuhan. Begitupun pengeluaran barang impor mampet karena kondisi di lapangan padat dan truk trailer tidak bisa keluar masuk sehingga kongesti tidak bisa dihindari,” ujarnya