TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti akan melacak asal impor ikan jenis tuna dan cakalang yang masuk ke Indonesia. Sebab, ikan jenis itu banyak dihasilkan nelayan dari dalam negeri. “Pengusaha dan negara asal akan di-trace, yang penting jangan sampai ganggu sehingga nelayan susah,” katanya dalam rapat kerja dengan Komisi Pertanian Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Rabu, 8 Juni 2016.
Susi curiga, impor itu dari pengusaha nakal asal negara tetangga yang menggunakan Indonesia sebagai negara transit sebelum mereka mengirim produknya ke Eropa. “Vietnam dan Thailand sudah dapat yellow card sehingga tak bisa jual ke Eropa," tutur Susi.
Dalam kesempatan tersebut, dia membantah kalau izin impor ikan dibuka lebar. "Kami tidak memperluas impor," katanya. Malahan, yang terjadi, ada tren penurunan impor ikan. Informasi impor saat ini juga jauh lebih transparan.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk KKP Nilanto Perbowo menyatakan sepanjang kuartal pertama 2016, jumlah izin impor ikan yang dikeluarkan mencapai 29.035 ton. Namun realisasinya hanya 11.460 ton.
Menurut dia, Kementerian telah mengontrol ketat impor ikan tersebut. "Misalnya dia izin impor 1.000 ton ikan untuk diolah dan diekspor, ya dia harus patuhi itu, enggak boleh terus didistribusikan atau dijual ke pengusaha di Muara Baru," tuturnya, Selasa lalu.
Hingga April 2016, izin pemasukan hasil perikanan telah diberikan kepada 167 importir, yaitu industri pengalengan (27,25 persen), re-ekspor (45,33 persen), pemindangan (17,66 persen), fortifikasi (0,41 persen), horeka dan pasar modern (6,46 persen), dan umpan (2,90 persen).
Beberapa jenis ikan yang izin impornya paling banyak dikeluarkan hingga Maret 2015 adalah makarel (26.652 ton), sarden (19.823 ton), tuna, tongkol dan cakalang (18.210 ton), kepiting dan rajungan (4.460 ton), kerang (3.757 ton dan salmon (2.900 ton). Selain itu ada cumi-cumi, sotong, gurita (2,692 ton), udang (2.675 ton), dan ikan lainnya (2.125 ton).
GHOIDA RAHMAH, PINGIT ARIA