TEMPO.CO, London - Penerbit-penerbit Indonesia tampil di London Book Fair 2016 pekan ini, 12-14 April. London Book Fair berbeda dengan pameran buku besar lainnya. Fokus utamanya adalah jual-beli hak cipta dan pengembangan bisnis industri penerbitan, sehingga nyaris tidak ada pengunjung biasa, karena juga tidak ada penjualan buku secara fisik.
London Book Fair diadakan di Olympia, di kawasan barat London. Memasuki tahun ke-45 penyelenggaraannya, acara ini menjadi sebuah pasar global untuk negosiasi hak cipta dan penjualan serta distribusi konten yang meliputi cetakan, audio, TV, film, dan saluran digital.
Baca Juga:
Pameran ini dianggap sebagai olimpiadenya industri buku internasional karena mampu menghadirkan 25 ribu pelaku industri dari 124 negara selama tiga hari.
International Rights Centre di pameran ini merupakan salah satu yang terbesar dan mengesankan di dunia karena menyediakan 590 meja, menghadirkan 400 perusahaan dari 30 negara.
”Untuk membuat janji temu dengan agen yang mewakili penulis atau penerbit-penerbit besar di US, UK, dan Eropa lainnya, kita harus membuat janji paling tidak sebulan sebelumnya,” ujar Sari Meutia, CEO Mizan Pustaka, yang juga menjabat sebagai Koordinator Pameran Buku Internasional dari Komite Buku Nasional, Selasa, 12 April 2016.
“Suasana International Rights Center nyaris menyerupai pasar saham karena riuh dengan pembicaraan yang terjadi antara agen dan penerbit. Semua meja selalu terisi selama tiga hari itu. Di meja-meja inilah kita dapat bertemu muka dengan agen penerbit novel Dan Brown, Harper Lee, J.K. Rowling, dan penulis bestseller lainnya,” tambahnya.
Ini adalah pameran kedua yang dihadiri Indonesia di 2016. Pada Agustus mendatang, Indonesia akan berpartisipasi di Beijing Book Fair, dan kembali hadir di Frankfurt Book Fair pada Oktober, di mana Indonesia adalah tamu kehormatan pada 2015.
ERWIN Z.