TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika akan menerapkan peraturan pembentukan Badan Usaha Tetap (BUT) untuk penyedia konten aplikasi populer atau Over the Top (OTT) mulai April 2016.
“Kementerian Komunikasi dan Informatika mewajibkan perusahaan Internet penyelenggara OTT untuk ada badan hukumnya,” ujar Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Ismail Cawidu kepada Tempo, Jumat, 18 Maret 2016.
Kewajiban tersebut juga berlaku untuk semua penyedia layanan OTT asing di Indonesia, seperti Facebook, Twitter, dan Whatsapp. Mereka, kata Ismail, bisa tetap ada di Indonesia jika menyediakan perwakilan resminya di Indonesia dan berkantor di Indonesia. Penyedia layanan OTT asing ini juga harus membuka link mereka untuk bekerja sama melindungi data pribadi konsumen di Indonesia.
Ismail mengatakan, jika penyedia OTT tidak bisa menyediakan BUT, mereka bisa bekerja sama dengan perusahaan sejenis di Indonesia.
Ismail menjelaskan, rencananya, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara berjanji awal April ini aturan tersebut sudah selesai. Draf peraturannya pun, menurut Ismail, sudah jadi. “Launching awal April, hanya kita belum tahu apakah akan langsung menegaskan peraturannya atau masih transisi dulu,” ujar Ismail.
Jika peraturan ini resmi dikeluarkan, Ismail menjelaskan, penyedia OTT yang tidak mau mematuhinya akan ditindak sesuai dengan kebijakan Kementerian. “Bisa saja langsung blokir atau pengurangan bandwidth supaya dia enggak bisa gunakan situsnya sebebasnya,” ujar Ismail.
Dua minggu lalu, saat ditemui di Gedung Kementerian Koordinator Perekomomian, Rudiantara meminta semua penyedia layanan konten aplikasi populer atau Over the Top (OTT), seperti Facebook, WhatsApp, Netflix, dan Twitter, berbadan hukum bentuk usaha tetap (BUT) akan segera terlaksana.
"Rencananya akan dikeluarkan kebijakan semua OTT atau penyelenggara sistem elektronik harus dalam bentuk BUT atau permanent establishment," ujar Rudiantara, Jumat, 4 Maret 2016.
Rudiantara menjelaskan tiga alasan kenapa perusahaan OTT harus menjadi BUT. Pertama, adanya layanan pelanggan (costumer service) dengan kehadiran BUT tersebut. “Masyarakat kalau mau komplain, nanya, atau mau ngeblok juga bisa," ujar Rudiantara.
Alasan kedua adalah terkait dengan perlindungan konsumen, terlebih untuk data-data pribadi. "Teman-teman pakai Gmail, Yahoo, kirim datanya ke mereka (perusahaan OTT), kan? Enggak tahu datanya mau diapakan (oleh mereka)," ujarnya.
Terakhir, kata Rudiantara, aturan ini penting untuk pertimbangan kesetaraan. Perusahaan OTT tak hanya ada di internasional saja, tapi juga nasional. “Perlakuan pemerintah harus sama terhadap mereka,” ujarnya.
ARIEF HIDAYAT | EGI ADYATAMA