TEMPO.CO, Balikpapan - Ketua Asosiasi Penguasa Indonesia (Apindo) Kalimantan Timur Slamet Brotosiswoyo mengatakan jumlah buruh yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja telah mencapai 10.721 orang. Sebagian besar dari mereka merupakan pekerja di sektor pertambangan batu bara serta minyak dan gas bumi.
“Itu data hingga akhir tahun yang tercatat di Dinas Tenaga Kerja Kalimantan Timur,” kata Slamet, Jumat, 12 Februari 2016.
Menurut Slamet perusahaan pertambangan terpaksa merestrukturisasi tenaga kerjanya menyusul lesunya perekonomian global selama 2 tahun terakhir. Harga batu bara dan minyak mentah merosot mencapai titik terendah selama kurun waktu 10 tahun terakhir.
“Pekerja ini mayoritas adalah warga pendatang, sehingga (dampaknya) tidak terlalu dirasakan di Kalimantan Timur,” ujarnya.
Slamet menyakini di lapangan jumlah korban PHK tersebut lebih banyak dari data Dinas Tenaga Kerja. Sebab, kata dia, banyak perusahaan pertambangan yang sengaja tidak mau melaporkan jumlah pekerjanya pada kantor Dinas Tenaga Kerja. “Jumlahnya diperkirakan jauh melampaui data milik Disnaker,” tutur dia.
Namun memasuki 2016, Slamet melihat gelombang PHK mulai berangsur-angsur menurun. Pengusaha, kata dia, mulai membaca prospek cerah dengan adanya pembangunan kilang minyak di Balikpapan dan Bontang yang membutuhkan 25 ribu tenaga kerja. “Gelombang PHK Kalimantan Timur sudah mulai reda pada tahun 2016 ini."
Pengusaha juga mulai melirik sektor-sektor industri yang tidak terlalu terimbas krisis global, seperti kelapa sawit maupun pembangunan power plan. Dua sektor industri tersebut menjadi pilihan utama investasi swasta seiring pelemahan harga batu bara dan minyak mentah dunia.
Apindo Kalimantan Timur, katanya, bakal ikut membuka program pelatihan keterampilan tenaga kerja sesuai kebutuhan pasar. Hal tersebut dilakukan agar permintaan kebutuhan tenaga kerja mampu dipenuhi dari sumber daya manusia lokal. “Jangan sampai yang mengisi lowongan adalah orang dari luar Kalimantan Timur,” ucapnya.
S.G. WIBISONO