TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng Fakih menegaskan, jual-beli organ tubuh, termasuk ginjal, adalah perbuatan ilegal. Namun, bila yang didonorkan memberi uang semacam santunan untuk si pendonor, hal itu diperbolehkan.
“Donor harus ikhlas, tidak boleh mematok harga. Namun, karena adat ketimuran Indonesia, biasanya keluarga yang didonor merasa tertolong, akhirnya memberikan uang kerahiman. Itu diperbolehkan,” ujar Daeng kepada Tempo melalui sambungan telepon, Kamis, 4 Februari 2016.
Daeng menambahkan, selain sebagai rasa terima kasih, dana juga diberikan karena si pemberi dana tahu kehidupan si pendonor tidak akan sama lagi dengan ginjal tunggal. “Timbul rasa simpati untuk si pendonor,” katanya.
Soal prosedur donor, menurut Daeng, semua sudah diatur di dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1981, dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 37 Tahun 2010.
Daeng menjelaskan, syarat utama dalam jual-beli tersebut adalah adanya persetujuan dari calon donor. “Tidak perlu izin keluarga calon donor, kecuali calon donor telah meninggal dengan mewasiatkan ginjalnya untuk didonor.”
Setelah itu, calon donor akan diberikan pemahaman soal risiko hidup dengan satu ginjal. Setelah itu, calon donor akan menjalani serangkaian pemeriksaan untuk melihat bagaimana kualitas hidup dan kualitas ginjalnya.
“Secara garis besar, syarat utamanya adalah, kalau ginjal diambil dari tubuh calon pendonor, tidak akan mempengaruhi kehidupan calon donor kelak,” ujar Daeng.
Ihwal kualitas hidup, Daeng menyebutkan, bila si calon donor itu perokok dan atau peminum, tidak menjadi soal selama ginjalnya sehat. “Namun yang harus diingat, peminum dan perokok itu racunnya besar dan racun ada di ginjal.”
Baca: Kasus Jual Beli Ginjal, 5 Jam Polisi Geledah RSCM
Setelah calon donor diperiksa, Daeng berujar, berikutnya adalah memeriksa apakah ginjal penerima cocok dengan ginjal pendonor. “Kalau tidak cocok, ya tidak bisa terima donor,” tuturnya. Maka, ucap Daeng, lazimnya, pendonor adalah keluarga atau kerabat dekat penerima karena kemungkinan kecocokan ginjalnya lebih besar.
Soal donor, Daeng berujar, tidak semua rumah sakit bisa melakukan transplantasi organ tubuh. “Hanya rumah sakit yang ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan saja yang berhak.” Selain itu, syarat lainnya adalah adanya tim dokter yang menangani transplantasi dalam rumah sakit tersebut.
Namun, Daeng menyebutkan, hingga kini belum ada aturan rinci mengenai prosedur dan uang yang disebut sebagai santunan tersebut. Menurut dia, aturan yang ada masih bersifat umum dan belum detail. “Aturan rinci belum ada. Kriteria rumah sakit belum ada, tim dokternya juga belum diatur, tahap persetujuan juga belum ada, dan tahap konselingnya juga belum,” katanya.
BAGUS PRASETIYO