ANJING menggonggong kafilah berlalu. Ibarat pepatah itulah bila Senin 8 Juli 1996 lalu akhirnya mobil merk Timor diluncurkan. Sedan 1500 cc produk pertama PT Putra Timor Nusantara, perusahaan otomotif milik Hutomo Mandala Putra itu, diresmikan di pelataran parkir pusat perbelanjaan Sarinah, Jl. MH Thamrin, Jakarta Pusat sebagai mobil nasional.
Seperti tak peduli pada kritik selama ini bahwa kebijakan mobil nasional merugikan pendapatan negara, dan tak peduli bahwa pihak produsen mobil Jepang dan Amerika merasa keberatan, Memperindag Tunky Ariwibowo meresmikan peluncuran itu. Mobil nasional yang mendapat fasilitas, antara lain bebas pajak komponen impor dan pajak pertambahan nilai barang mewah, jelas mengurangi pendapatan pajak. Kemudian, berkaitan dengan produksi mobil Jepang dan Amerika di Indonesia, kebijakan mobil nasional ini dinilai sebagai tidak adil. Dengan fasilitas itu mobil Timor bisa dijual dengan harga di bawah yang lazim.
Tapi itu semua memang ada tujuannya. Agar Indonesia menguasai teknologi otomotif, dan bukan cuma pintar merakit, begitulah dijelaskan tempo hari ketika Instruksi Presiden tentang mobil nasional turun. Dan, supaya Indonesia punya juga yang dinamakan mobil nasional.
Cuma, dari peluncuran di tempat parkir toko serba ada pertama di Indonesia itu, yang disaksikan oleh Menteri Negara Penggerak Dana Investasi/Ketua BKPM Sanyoto Sastrowardoyo, beberapa hal patut dicatat. Pertama, peluncuran itu boleh dibilang simbolis sifatnya. Maksudnya, sekadar menyatakan pada masyarakat bahwa PT Timor sudah siap melayani pesanan. Adapun barang nyatanya, katanya, masih dalam pembuatan, dan baru bisa diterima pemesan September nanti. Dengan kata lain, pembeli baru bisa indent.
Sebenarnya, dulu, tak lama sesudah diumumkannya Inpres tentang proyek mobil nasional, mobil Timor direncanakan diluncurkan pada bulan September tahun ini. Bila kemudian dipercepat, meski produknya itu sendiri masih kosong, tentu bukan tanpa sebab. Ada kekhawatiran, kata seorang eksekutif PT Timor, didahului mobil produk Bimantara (bekerja sama dengan Hyundai Motors Company) yang merencanakan mengeluarkan mobil nasional pula. Artinya, PT Timor tidak yakin pada pernyataan pemerintah (dalam hal ini Menteri Tunky) bahwa dalam jangka waktu tertentu hanya ada satu merk mobil nasional, yakni Timor produksi PT Timor itu. Dengar saja apa kata Tommy, panggilan Hutomo Mandala Putra, kepada wartawan, seusai peresmian itu. Presdir PT Timor itu berharap agar pemerintah tetap menjadikan perusahaannya sebagai satu-satunya produsen mobil nasional yang mendapat fasilitas seperti disebutkan. Atau, kemungkinan lain, pihak PT Timor sudah mendapat info bahwa bakal ada mobil nasional kedua.
Catatan kedua, mobil Timor (merupakan hasil kerja sama dengan KIA Motors, Korea Selatan) yang dipajang di pameran (yang dilaksanakan di berbagai pusat perbelanjaan di kawasan Jakarta, Bekasi, dan Tangerang) itu belum merupakan produk PT Timor sendiri. Mobil itu didatangkan secara utuh dari pabrik Kia Motor Corporation di Korea Selatan. Sampai di sini timbul pertanyaan, apakah jaminannya bahwa mobil Timor yang kelak diproduksi di Indonesia akan sama mutunya dengan yang sekarang dipajang di ruang-ruang pamer?
Tommy, tentu saja punya alasan sendiri, kenapa peluncuran Timor dipercepat. Katanya, ini didorong oleh animo pasar yang besar. Saat ini, katanya, sudah 33 ribu unit yang dipesan agen penjualan di Jakarta dan sekitarnya. "Ini adalah animo yang besar. Masyarakat hendaknya sabar menanti," kata Tommy. Dengan animo yang seperti itu, ia berani memasang target penjualan untuk tahun pertama, September 1996 - September 1997, minimal sebanyak 70 ribu unit. Dasarnya, untuk tahun 1995 saja mobil sedan yang terjual mencapai hampir 40 ribu unit. "Dengan harga yang sekitar separo lebih murah, kami yakin bisa menjual paling tidak 70 ribu unit," kata Tommy.
Bila benar jumlah yang disebutkan, itu berarti mobil Timor yakin bisa merebut pasar sedan, bahkan berniat melebarkan persaingan ke pasar mobil niaga yang dijadikan kendaraan penumpang (Kijang dan lain-lain).
Bagaimana sasaran itu akan dipenuhi? Mungkin dengan harga. Sebelumnya, sempat beredar kabar bahwa mobil Timor akan dijual dengan harga mendekati Rp 40 juta per unit. Pada acara tanya-jawab dengan wartawan seusai upacara peluncuran, Tommy mengakui bahwa harga Rp 35 juta seperti yang diumumkan ketika pemerintah mengeluarkan Inpres 2/1996 pada tanggal 26 Februari lalu itu hanyalah perkiraan. Sekarang harga itu dipastikan sebesar Rp 35.750.000 on the road, atau Rp 33 juta off the road. Untuk warna metalik dikenakan tambahan Rp 500.000. Tapi, Tommy pun menyatakan bahwa harga bukan sesuatu yang statis. Pihaknya secara periodik akan meninjau lagi harga itu. Dan, ini hebatnya, tinjauan itu bukan untuk menaikkan harga, tapi sebaliknya: untuk menurunkan harga.
Guna menghindarkan spekulasi harga, Suparto Soejatmo dari PT Timor menjanjikan akan mencabut hak keagenan mereka yang menjual mobil Timor lebih dari harga yang disebutkan di atas.
Tampaknya, mobil Timor memang disiapkan benar merebut pasar di dalam negeri. Bila dengan harga yang relatif rendah itu tak laku juga, dengan "peninjauan secara periodik" itu, dimungkinkan harga diturunkan. Jadi para pesaing, mobil-mobil Jepang itu antara lain, silakan mengantisipasi "banting harga" dari si Timor.
Tapi seberapa besar kesempatan Timor memenangkan persaingan? Bila saja para pemakai mobil di Indonesia acuh terhadap publikasi Timor selama ini, mungkin pasar mobil yang mendapat fasilitas ini terbatas. Tapi bila masyarakat bermobil di Indonesia cuma melihat murahnya, tak peduli bagaimana harga murah itu bisa dicapai, senang atau tak senang, memang akan laris si Timor ini..
Bila demikian, tak salahlah mereka yang mensinyalir bahwa masyarakat kelas menengah (mestinya yang bisa beli mobil dari kalangan ini ke atas) kita sudah demikian tak peduli pada hal-hal yang dinamakan idealisme, perubahan sosial, demokrasi dan lain-lain --setidaknya sebagian dari kelas menengah itu.
SWD