TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah pelaku usaha menganggap momentum Masyarakat Ekonomi Asean atau MEA membuka peluang penanaman modal maupun pasar properti baru.
Ciputra, Chairperson Ciputra Group Ciputra menilai, fokus dari para ekspatriat yang datang ke Indonesia ialah untuk menanaman investasi.
Baca Juga:
Artinya, kedatangan ekspatriat tidak serta-merta mendongkrak permintaan pasar properti. Justru dengan jumlah populasi yang berlimpah dan terbesar di Asia Tenggara, Indonesia dianggap sebagai pasar potensial, sehingga menjadi incaran para pelaku usaha.
Oleh karena itu, untuk menyelaraskan berbondong-bondongnya orang asing ke dalam negeri, pemerintah perlu membuat peraturan yang atraktif mengenai kepemilikan properti oleh WNA. Segmen properti yang paling menarik bagi pasar asing ialah kondominium, terutama tipe unit berukuran besar.
Bagaimanapun, lanjut Ciputra, pemerintah dan swasta harus siap menghadapi MEA dan menjadikannya sebagai peluang. Seperti Ciputra Group yang sudah berekspansi dengan membuat proyek di Vietnam, Kamboja, Filipina, bahkan sampai Hawai.
“Siap tidak siap, kita harus siap dan membuatnya (MEA)menjadi peluang,” ujarnya kepada Bisnis.com beberapa waktu lalu.
Country Director Ray White Indonesia Johann Boyke Nurtanio mengatakan, pemberlakuan MEA membawa peluang baru bagi bisnis properti, karena banyaknya investor besar yang masuk ke dalam negeri. Pemerintah juga sudah mendukung dengan berencana mengeluarkan kebijakan kepemilikan properti bagi WNA.
Mayoritas orang asing, sambungnya, senang membeli tipe dua kamar tidur dan ukuran besar di atasnya. Adapun perkiraan harga hunian vertikal mewah di Jakarta rerata Rp50 juta per m2, masih lebih rendah dibandingkan harga apartemen mewah di Singapura yang dibanderol mulai Rp150 juta per m2.
Direktur PT Jababeka Tbk Suteja Darmono berpendapat keberadaan konsolidasi negara-negara se-Asia Tenggara dalam MEA menimbulkan adanya sinergi dalam berbisnis.
Dari pengalamannya berkeliling ke beberapa negara, dia menyimpulkan banyak pengembang yang tertarik berinvestasi di Indonesia, karena menjadi pasar terbesar di Asean.
Mayoritas investor tentunya memilih skema joint venture, sehingga sekaligus dapat membuka peluang ekspansi para pengembang lokal. Salah satunya Jababeka menggandeng Sembawang Corp Ltd., asal Singapura membangun Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kendal, Jawa Tengah, seluas 2.000 hektare.
Selain itu, keberadaan developer asing mendorong pengembang lokal untuk melakukan inovasi, agar produk-produk properti di dalam negeri bisa bersaing dan saling mendukung.