TEMPO.CO, Jakarta - Pengusutan skandal di tubuh Pertamina Energy Trading Limited (Petral) mengerucut ke sebuah nama. Tiga lembaga yang mengusut patgulipat di anak usaha PT Pertamina (Persero), Komisi Pemberantasan Korupsi, Markas Besar Polri, dan Tim Reformasi Tata Kelola Migas, sementara itu menemukan satu nama yang diduga jadi biang kerok persoalan ini: MR.
Kini, Petral sudah dibubarkan pemerintah. Tapi pengusutan jalan terus. Lantas, apa itu Petral? Bagaimana kelahiran dan kerepotan yang dimunculkannya?
Jejak Petral bisa diikuti dari masa awal transisi kekuasaan Orde Baru. Pertamina dan US Interest Ltd, perusahaan yang berbasis di Hong Kong dan California, Amerika Serikat, pada 1969 mulai membentuk Petral.
Saat itu Petral hanya memasarkan minyak mentah produk Pertamina ke pasar Amerika Serikat. Tahun 1976, Petral melebarkan sayap dengan mendirikan Perta Oil Marketing Corporation Limited, yang bekerja sama dengan pemerintah Bahama dan berkedudukan di Hong Kong. Lainnya, Perta Oil Marketing Corporation, di California.
SKANDAL PETRAL: Bareskrim dan KPK Sebut Nama MR
Perta Oil Marketing didirikan untuk mengurusi pemasaran minyak Pertamina di luar Jepang, seperti pantai barat Amerika Serikat dan Eropa. Saham yang dimiliki Pertamina sebesar 99 persen, sisanya dimiliki mitranya dari Amerika Serikat. Humpuss dan Nusamba tergiur dengan bisnis Perta Oil dan meminta setengah kepemilikan saham. Lalu Tommy Soeharto juga ikut di Perta Oil Marketing.
Pergantian kekuasaan pada 1998 membuat Pertamina pada 1 Juli 1998 memutuskan kontraknya dengan semua perusahaan Cendana. Dipilihlah jalan mengimpor sendiri minyak mentah dari produsennya, seperti Aramco atau Petronas, dan sebagian yang lain dibeli di pasar spot Singapura lewat tender terbuka. Akhirnya, pada 1999, Pertamina membeli kembali semua sahamnya di Perta Oil senilai US$ 6,1 juta.
BACA: SKANDAL PETRAL: Inilah MR, Mister Untouchable di Era SBY
Pada Desember 2003, Direktur Utama Pertamina saat itu, Ariffi Nawawi, mengakui bahwa Petral di Singapura kebobolan US$ 8,2 juta (Rp 69,7 miliar). Petral ternyata mengimpor minyak dari Singapura dan menukarnya dengan minyak mentah.
Pada 2004, piutang Petral dalam melakukan investasi di Kamboja macet. Investasi tersebut dilakukan saat Petral masih dikuasai pemilik lama. Adapun investasi yang gagal dikembalikan senilai US$ 4,5 juta, terdiri atas US$ 2,4 juta untuk modal membentuk perusahaan dan sisanya berupa piutang ke perusahaan patungan dengan perusahaan Kamboja.
BACA: SKANDAL PETRAL: Terungkap, Mafia Migas Garong Rp 250 Triliun
Piutang tersebut adalah warisan dari Perta Oil pada 1994, sebelum dibeli Pertamina dan diganti menjadi Petral. Kala itu, dengan persetujuan direksi Pertamina, Perta Oil membuka kerja sama perdagangan bahan bakar minyak dengan perusahaan asal Kamboja dengan membangun stasiun pengisian bahan bakar umum di negeri itu. Sayangnya, 1994 hingga 2004, investasi itu tidak kembali dan piutangnya sulit ditagih.
Pada 23 Februari 2012, di masa pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan mengumumkan rencana pembubaran Petral. Namun, pembubaran baru terlaksana tiga tahun kemudian, yakni masa Presiden Joko Widodo.
EVAN (PDAT), TIM TEMPO
BERITA MENARIK
Rekaman OC Kaligis Dibuka, Terungkap Permainan Uang Itu!
Kisah Tewasnya Hijaber UNJ, Begini Sifat Si Cantik