TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah tengah memeriksa 4.000 perusahaan penanam modal asing yang terindikasi mengemplang pajak. Menurut pengamat perpajakan Yustinus Prastowo, pemeriksaan itu harus segera diikuti dengan pengembangan sistem kepatuhan yang baik.
"Kalau penegakan hukum memang, kan, menurut roadmap mereka dilakukan pada 2016, dalam RAPBN juga dibilang begitu," kata Direktur Utama Center for Indonesia Taxation Analysis itu kepada Tempo saat dihubungi di Jakarta, Rabu, 28 Oktober 2015.
Dia menjelaskan, yang harus dilakukan pemerintah adalah perbaikan dari hulu hingga hilir. "Sejak administrasi legal di Kementerian Hukum dan HAM, perizinan di Badan Koordinasi Penanaman Modal dan pajak tidak sekadar aksi reaktif," ujarnya. Dia menyarankan pemerintah segera memperbaiki compliance risk management-nya dengan baik.
Salah satunya, Yustinus mencontohkan, dengan joint audit bersama instansi-instansi yang punya kaitan dengan penanaman modal asing (PMA) agar solusinya lebih komprehensif, efektif, dan berdampak. Sedangkan menyoal pemeriksaan, Prastowo menyarankan untuk menggunakan sistem sampling. Sebab, jika tidak, hanya akan membuang waktu mengingat tenaga yang dimiliki tidak sebanyak yang dibutuhkan.
"Jika nanti penanam modal asing tersebut terbukti bersalah, harus ditindak dengan tegas agar tidak menjadi kasus berulang-ulang. Namun penanam modal yang patuh sebaiknya mendapat perlakuan berbeda. Maka pemerintah memerlukan pembuktian yang sungguh-sungguh supaya tidak merugikan penanam modal yang patuh dan malah kontraproduktif pada investasi," tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan ada 4.000 perusahaan penanam modal tengah diperiksa terkait dengan pengemplangan pajak. Kata dia, rata-rata mereka melakukan transfer pricing di bawah harga pokok. Ia juga menyatakan bahwa pemeriksaan yang dilakukan bukanlah menyoal pada potensi penerimaan negara, melainkan terkait dengan penegakan hukum bagi para wajib pajak.
INGE KLARA SAFITRI