TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia Juda Agung mengatakan saat ini tekanan stabilitas ekonomi mulai mereda. Jika ke depan stabilitas ekonomi makro terus terjaga, bukan tidak mungkin tingkat suku bunga acuan (BI Rate) dapat diturunkan.
“Jika ruang kelonggaran kebijakan moneter terus terbuka, tidak menutup kemungkinan BI Rate akan turun, kita terus evaluasi tiap bulan,” ujar Juda saat ditemui di Kompleks Gedung Bank Indonesia, Kamis 15 Oktober 2015.
Terdapat tiga indikator penyebab tekanan stabilitas ekonomi makro mulai berkurang. Pertama yaitu terkait inflasi, BI memperkirakan pada akhir 2015 nilainya akan berada di bawah titik tengah 4 persen.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan sejauh ini, menurut Juda di bulan Oktober terdapat indikasi akan kembali terjadi deflasi. “Sehingga akhir tahun akan lebih rendah dari 4 persen, inilah faktor utama yang menjadi pertimbangan,” kata Juda.
Indikator kedua adalah defisit transaksi berjalan diperkirakan pada akhir tahun nanti berada di level 2 persen, lebih rendah dari prediksi sebelumnya sebesar 2,2-2,3 persen. Selanjutnya yang menjadi indikator ketiga menurut Juda adalah adanya kemungkinan penundaan kenaikan tingkat suku bunga AS (Fed Fund Rate) menjadi awal tahun depan, berdasarkan prediksi pasar saat ini.
Hal ini kemudian berdampak pada adanya peningkatan arus modal yang masuk di bulan Oktober ini. Sampai 12 Oktober kemarin, Juda menyebutkan arus modal masuk (in flow) mencapai US$ 249 juta terdiri dari saham sebesar US$ 174 juta dan surat utang negara US$ 75 juta. “Ini memberikan efek positif terhadap suplai valas domestik, di September net demand, di Oktober mulai net supply lagi,” tutur Juda.
GHOIDA RAHMAH