TEMPO.CO, Jakarta - Kementrian Perdagangan dinilai tidak konsisten mendukung pelaksanaan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) secara penuh mulai 1 Januari 2016. Kementrian ini juga dituduh tidak pro pelestarian hutan di Tanah Air.
"Mereka memandang SVLK semata-mata sebagai instrumen ekspor, bukan untuk memperbaiki tata kelola kehutanan," kata Zainuri Hasyim dalam konferensi pers yang diadakan Koalisasi Pemantau Independen Kehutanan dan pelaku usaha di Jakarta, pada Senin, 5 Oktober 2015.
Tergabung dalam koalisi ini antara lain Asosiasi Pemantau Independen Kehutanan Sumatara, Jaringan Pemantau Independen Kehutanan, Eyes on the Forest, ICEL, Kemitraan, AURIGA, PPLH Mangkubumi, LSPP Temanggung dan Yayasan Cakrawala Hijau Indonesia.
Sikap koalisi merujuk pada draft revisi Peraturan Menteri Perdagangan tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan dalam hubungannya dengan SLVK. Draft itu menyatakan, industri kecil dan menengah bisa mengekspor produk cukup menggunakan deklarasi ekspor (DE).
Sebelumnya, DE bisa dipakai selama belum memiliki sertifikat SVLK sampai Desember 2015. Namun, dalam revisi Permendag tidak menyebutkan batas waktu. "Dengan kata lain tak perlu pakai SVLK karena cukup menggunakan DE. Jika berlaku, aturan ini bakal menyuburkan kembali illegal logging dan hutan makin terancam," kata Zainuri dari Jaringan Pemantau Independen Kehutanan.
Syahrul F dari AURIGA menjelaskan revisi aturan itu makin menunjukkan ketidakharmonisan di dalam pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mendorong penerapan SVLK, pada sisi lain Kementrian Perdagangan menganggap SVLK memperberat industri kecil dan menengah. "Kolaborasi di antara kementrian tidak jalan," katanya.
Citra Hartati dari ICEL menjelaskan aturan SVLK harusnya lintas sektoral, tidak parsial seperti yang terjadi selama ini. Untuk memastikan pelaksanaan SVLK dapat diterapkan secara menyeluruh dan kolaborasi lintas sektoral, katanya, harus dibentuk peraturan setingkat peraturan pemerintah.
Koalisi Pemantau Independen Kehutanan menyerukan kepada Kementrian Perdagangan untuk ikut serta menghapus perdagangan yang anti terhadap kelestarian hutan.
Mereka meminta Kementrian Perdagangan turut serta memperkuat implementasi SVLK untuk mencapai tujuannya secara tepat dengan melakukan reformasi sistem perizinan. "Dan memperkuat sisten insentif dan disinsentif bagi usaha kecil dan menengah," kata Ian Hilman dari Eyes on the Forest. Koalisi memandang ketentuan deklarasi ekspor harus dibatasi dalam batas waktu yang ditentukan, yakni sampai akhir Desember 2015.
Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional Kementrian Perdagangan Nus Nuzulia pada Agustus 2015 menjelaskan pihaknya mendedepankan SVLK untuk masuk pasar Eropa. "SVLK wajib punya. Tanpa SVLK, mereka (buyer Eropa) sudah pasti menolak," katanya kepada pers.
UNTUNG WIDYANTO