TEMPO.CO, Surabaya - Gubernur Jawa Timur Soekarwo meminta agar pemerintah pusat menjaga stabilitas perekonomian dengan membuat kebijakan yang tak meresahkan. Sebab, beberapa larangan yang dibuat justru menimbulkan rendahnya optimisme masyarakat terhadap perekonomian, khususnya di Jawa Timur.
Salah satunya adalah larangan bergulirnya pertandingan sepak bola di Indonesia akibat pembekuan kepengurusan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) oleh Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, 17 April lalu.
"Berdasarkan data Bank Indonesia pada akhir triwulan I, inflasi Jawa Timur naik karena larangan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tentang rapat (di hotel) dan larangan untuk main sepak bola," kata Soekarwo di Hotel Bumi, Senin, 14 September 2015.
Pria berkumis itu mengungkapkan bahwa perekonomian juga terukur dari nilai indeks tendensi konsumen (ITK). Nilai ITK Jawa Timur pada triwulan I-2015 yang hanya sebesar 100,51 disebabkan beberapa faktor. Artinya, kondisi tingkat ekonomi konsumen relatif stagnan dibandingkan dengan triwulan IV-2014 yang mencapai 110,23.
Kondisi itu, menurut catatan Badan Pusat Statistik, menunjukkan tingkat optimisme masyarakat Jawa Timur terhadap perekonomian secara makro tidak sebaik triwulan sebelumnya.
Padahal Jawa Timur, menurut Soekarwo, merupakan salah satu penyangga terbesar ekonomi nasional. Kondisi pertumbuhan ekonomi Jawa Timur sampai semester I sebesar 5,12 persen, sementara Kalimantan 1,48 persen dan seluruh Sumatera 2,8 persen. Ini artinya Jawa Timur dan seluruh Jawa masih menjadi tulang punggung ekonomi nasional.
Untuk itu, pria yang akrab disapa Pakde ini meminta agar pemerintah tak lagi melarang penyelenggaraan kompetisi sepak bola. Tujuannya untuk menjaga nilai ITK yang berpengaruh pada perekonomian di wilayahnya.
"Jadi ITK triwulan III ini sudah naik menjadi 114. Kalau mau dipikirkan, retail kita masih jalan. Ya, asal jangan banyak larangan baru yang keluar, seperti larangan sepak bola. Distorsinya tinggi sekali," tutur Pakde.
ARTIKA RACHMI FARMITA