TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo mendiskusikan mengenai perkembangan, dinamika terakhir ekonomi dan politik Indonesia, serta meminta masukan dari 23 rektor perguruan tinggi yang hadir dalam acara makan siang bersama di Istana Negara, Jakarta, Kamis, 10 September 2015.
"Tadi diskusi macam-macam, Presiden menyampaikan, sharing, tentang perkembangan, dinamika terakhir ekonomi dan politik. Kemudian, Presiden juga meminta masukan dari para rektor, baik itu mengenai urusan internal pendidikan tinggi maupun riset, dan juga terkait dengan masalah-masalah umum. Tadi bicara juga tentang percepatan anggaran, masalah pengadaan," ujar Menteri Sekretaris Negara Pratikno setelah mendampingi Presiden dalam kesempatan tersebut bersama Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki.
Pratikno mengatakan bahwa pertemuan ini sudah direncanakan jauh-jauh hari. "Oh, ini sudah diagendakan cukup lama. Ya, ini sharing ide saja. Jadi para rektor mengusulkan banyak hal dan juga kontribusi pendidikan tinggi untuk pembangunannya," kata Pratikno.
Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Herry Suharyanto menyatakan bahwa Presiden menyampaikan agar masyarakat tetap tenang menghadapi pergolakan ekonomi Indonesia saat ini. Sebab, kepanikan hanya akan mengganggu pertumbuhan ekonomi nasional.
"Kita diskusi panjang terkait dengan aturan-aturan seperti yang beliau sampaikan. Ada seribu persoalan, dan satu per satu ditangani. Kami sampaikan dalam perspektif kami bahwa hal tersebut belum ditangani dengan baik," tutur Herry Suharyanto menyatakan dalam kesempatan tersebut.
Herry menyatakan, dalam penerapan aturan, dia meminta kampus-kampus tersebut diberi fasilitas. "Kalau perguruan tinggi diberikan keleluasaan, otonomi perguruan tinggi, insya Allah kalau kampus dibuat target kinerja jelas, dengan anggaran dan support yang tidak perlu berlebihan, kampus-kampus akan mampu selenggarakan pengambilan keputusan," ucap Pratikno.
Selain itu, Presiden mendiskusikan hal-hal terkait dengan penyerapan anggaran karena banyak masalah yang perlu dicarikan solusi agar ketakutan yang akan mengganggu serapan anggaran, yang bisa berdampak pada pertumbuhan ekonomi, bisa dihindari.
Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Dwikorita Karnawat juga menyatakan bahwa para rektor hanya memohon dukungan pemerintah untuk fasilitas kemudahan-kemudahan dan kepercayaan produk dalam negeri dan memberikan dana riset untuk mengejar ketertinggalan itu dengan memaksa industri dalam negeri bekerja sama dengan perguruan tinggi untuk riset dan pengembangan. "Kalau kerja sama gitu, kan, enggak untung, tapi bisa ada kompensasi pengurangan tax (pajak), sehingga produk dalam negeri bisa cepat bersaing.
Dwikorita mengatakan bahwa respons yang diberikan Presiden Jokowi sangat positif karena Presiden akan berupaya memfasilitasi itu. "Ini semua tergantung kebijakan pemerintah. Supaya kita itu tidak usah impor lagi, jadi kita bisa export. Jadi kita akan sudah dapat mengekspor produk kita ke Myanmar (pendeteksi bencana), Vietnam juga minta. Jadi kalau ada kejadian lain, kita bisa bantu secara intelektual, tidak hanya membantu dengan membagikan mie instan," ujar Dwikorita.
Untuk meningkatkan daya saing Indonesia, Dwikorita mengatakan bahwa pihaknya sudah mampu membuat bahan bakar alternatif bio-fuel dari alga. Namun harga jualnya masih lebih mahal daripada bensin, kurang kompetitif. "Kalau ada subsidi atau bantuan, harga menjadi kompetitif. Dulu bensin disubsidi sehingga bisa murah. Produk kami Rp 10.000 per liter, sedangkan harga bensin Rp 6.500 per liter," tutur Dwikorita.
Dalam acara ini, rektor perguruan tinggi yang hadir antara lain Muhammad Anis dari Universitas Indonesia, Dwikorita Karnawat dari UGM, Kadarsa Suryadi dari ITB, Herry Suhardiyanto dari IPB—sekaligus Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia, dan Werry Darta Taifur dari Universitas Andalas.
ANTARA