TEMPO.CO, Jakarta - Dalam sehari, dua menteri Kabinet Kerja berbeda omongan ihwal rencana pembangunan kereta cepat.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution kemarin mengatakan Presiden Joko Widodo memutuskan untuk membatalkan pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung. Musababnya, jarak kedua kota yang mencapai 150 kilometer tersebut tak memungkinkan untuk ditempuh dengan kereta cepat.
Darmin mengatakan, kecepatan kereta api cepat mencapai 300 kilometer per jam. Untuk jarak 150 kilometer terdiri dari lima-delapan stasiun. Artinya, jarak tiap stasiun mencapai 30 kilometer atau dengan waktu tempuh delapan menit.
“Kecepatan maksimal kereta cepat tersebut tak akan tercapai,” kata Darmin di kantornya, Kamis, 3 September 2015.
Dengan pertimbangan ini, Jokowi mengatakan tak perlu kereta cepat yang dibangun. Cukup kereta menengah yang berkecepatan 200-250 kilometer. Darmin memperkirakan kereta jenis ini bisa berbiaya lebih murah 30-40 persen.
Sebaliknya, Kementerian Badan Usaha Milik Negara menyatakan akan terus melanjutkan proyek kereta cepat. Saat ini, Menteri BUMN Rini Soemarno bersama perusahaan milik pemerintah sedang membentuk konsorsium BUMN untuk menjalankan proyek tersebut dengan basis bisnis murni.
“Jadi, pasti jadi tahun ini,” ujar Rini, di kantornya, Jumat, 4 September 2015.
Menurut Rini, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, PT Kereta Api Indonesia (Persero), dan PT Perkebunan Nusantara (Persero) VIII dihimpun untuk menggarap megaproyek senilai Rp 87 triliun tersebut.
“Purely business. Berarti takkan ada penggunaan uang negara dari APBN maupun penyertaan modal negara sama sekali dalam proses pembangunan,” kata Rini.
Rini mengatakan, semua pembangunan dan pengoperasian kereta cepat kelak akan menjadi urusan swasta (BUMN). Namun, Rini enggan menyebutkan apakah Cina atau Jepang yang akan dijadikan rekanan bisnis kelak.
“Joint venture akan kami lakukan, yang pasti mayoritas akan jadi kepemilikan Indonesia,” ujarnya.
ANDI RUSLI | TRI ARTINING PUTRI | GRACE