BISNIS.COM, Jakarta - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Ketenagakerjaan masih mengalokasikan sebagian besar asetnya ke dalam obligasi. Elvyn G Masassya, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, mengatakan sekitar 44 persen aset jaminan sosial ketenagakerjaan masih dialokasikan untuk obligasi. Kemudian 24 persen lainnya untuk deposito, 22 persen pasar saham, dan 6 persen untuk Reksadana.
“Ada batasan yang masih mengacu pada PP No. 99/2013 yang sedang dalam proses revisi. Nanti 1 Juli 2015, kami akan menggunakan aturan pemerintah yang baru untuk operasional BPJS,” katanya di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, 4 Juni 2015.
Elvyn menuturkan, saat ini total aset BPJS Ketenagakerjaan mencapai Rp 203 triliun, dengan jumlah peserta hingga 17 juta orang. Peluncuran secara resmi BPJS Ketenagakerjaan pada 30 Juni 2015 oleh Presiden Joko Widodo pun diharapkan dapat menggenjot jumlah aset dan peserta badan tersebut.
Presiden Jokowi, sebelumnya mengatakan selama ini aset jaminan sosial ketenagakerjaan kurang maksimal digunakan untuk sektor yang produktif. Pasalnya, PP No. 99/2013 membatasi penggunaan aset jaminan sosial ketenagakerjaan untuk investasi tanah, bangunan, dan tanah beserta bangunan hanya 5 persen dari total investasi. “Aturannya hanya membolehkan 5 persen, terus sisanya didiamkan begitu saja. Itu tidak produktif namanya,” katanya.
Dalam Pasal 29 ayat (1) huruf i PP No. 99/2013 memang disebutkan investasi berupa tanah, bangunan, atau tanah beserta bangunan, seluruhnya paling tinggi 5 persen dari jumlah investasi. Beleid itu juga mengatur aset jaminan sosial ketenagakerjaan hanya boleh digunakan untuk 11 bentuk investasi, yaitu deposito berjangka, termasuk deposito on call, dan deposito yang berjangka waktu kurang dari atau sama dengan satu bulan, serta sertifikat deposito yang tidak dapat diperdagangkan kepada bank.
Kemudian surat berharga yang diterbitkan negara, surat berharga yang diterbitkan Bank Indonesia, surat utang koperasi yang tercatat dan diperjualbelikan secara luas di Bursa Efek Indonesia, saham yang tercatat dalam Bursa Efek Indonesia, dan Reksadana.
Selanjutnya, efek beragun aset yang diterbitkan berdasarkan kontrak investasi kolektif efek beragun aset, dana investasi real estate, repurchase agreement, penyertaan langsung, dan tanah, bangunan, serta tanah dengan bangunan.