Aliansi Desa Sejahtera mengapresiasi usaha kelompok tani bertahan dengan benih varietas lokal dan menciptakan kemandirian pangan. Organisasi non-pemerintah itu mencatat angka impor produk pertanian Indonesia sangat tinggi. Rata-rata impor beras misalnya per tahun hampir mencapi 2 juta ton. Sedangkan, gandum mencapai tujuh ton. Angka impor Indonesia terhitung sejak tahun 2003-2013 melonjak hingga 346 persen.
Koordinator Nasional Aliansi Desa Sejahtera Tejo Wahyu Jatmiko menyatakan, kondisi yang kian memprihatinkan menimpa petani yang jumlahnya semakin berkurang. Tejo merujuk pada data Badan Pusat Statistik tahun 2013 yang menyebutkan Indonesia kehilangan petani sebanyak 5 juta orang.
Selain itu, jumlah lahan pertanian semakin menyusut akibat alih fungsi lahan. Laju kehilangan sumber pangan mencapai 6,4 persen atau setara dengan 100 ribu hektare lahan hilang per tahun pada kurun 2003-2013. "Ini lampu merah, Indonesia darurat pangan," katanya.
Peneliti Pusat Studi Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Amalia mengatakan Indonesia tidak perlu impor, jika pembuat kebijakan peduli tentang beragamnya varietas produk pertanian. Setiap daerah di Indonesia memiliki beraneka varietas lokal sumber karbohidrat dari pangan.
Dia mencontohkan, Papua yang punya 400 varietas sumber karbohidrat. “Pembuat kebijakan malas dan tak mau berkeringat untuk membela rakyat. Bagi mereka yang penting keluarkan regulasi,” katanya.
Menurut dia, peran kelompok tani di pedesaan penting untuk menjaga ketersediaan pangan. Selain itu, mereka menjalankan usaha mengikuti musim. Misalnya ketika musim kemarau tiba, kelompok tani di Yogyakarta memanfaatkan umbi-umbian untuk diolah menjadi tepung. Umbi-umbian itu bisa ditanam pada lahan yang bukan untuk komersial. “Ini membuat mereka mandiri dan punya ketersediaan pangan yang cukup ,” katanya.
SHINTA MAHARANI
Baca berita lainnya:
Bima Arya Segel Gereja, Ini Respons GKI Yasmin
Jokowi Talangi Utang Ical , 'Tak Semudah Sulap'
Ahok Dinilai Langgar Aturan Sendiri
Kubu Agung Pilih Islah dengan Ical karena PKB
Daftar Sandi Korupsi, dari 'Obat' hingga 'Pustun'