TEMPO.CO, Brisbane-Pertemuan para pemimpin G20 di Brisbane, Australia, yang rencananya akan dihadiri oleh Presiden Joko Widodo akhir pekan ini disebut berada di bawah tekanan untuk mencapai sesuatu yang nyata. Hal itu untuk membantag tiadanya relevansi dan manfaat kelompok negara-negara dengan perekonomian terbesar dunia itu.
Direktur Riset Pusat Penelitian G20 di Lowy Institute, Sydney, Mike Callaghan, mengatakan G20 berisiko kehilangan fokus. Dengan ketiadaan sekretariat, tidak ada perjanjian atau instrumen hukum untuk mendukung keputusan dan tidak ada kekuatan untuk memaksa negara-negara anggota untuk melakukan sesuatu. "Efektivitas G20 dianggap tak mampu mempengaruhi negara-negara anggota," kata Callaghan seperti dikuti Guardian. (Baca: Menteri Susi Usul Indonesia Keluar dari G20)
Kredibilitas G20 juga dipertanyakan karena dinilai tak mampu memenuhi komitmen agenda utama sebelumnya. Pada tahun 2010, misalnya, G20 sepakat untuk mereformasi tata kelola International Monetery Fund tapi tidak ada kelanjutannya. Sementara itu negara-negara BRICS--Brazil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan--menjadi begitu frustrasi dan mereka mendirikan bank pembangunan mereka sendiri.
Isu G20 di Brisbane tampaknya juga akan membahas penghindaran pajak internasional. Di Brisbane nanti, para pemimpin negara akan diminta untuk menyetujui langkah-langkah menghentikan penghindaran pajak itu.
Langkah-langkah itu di antaranya adanya persyaratan bahwa bank mengidentifikasi dan melaporkan urusan pajak non-penduduk ke negara asal mereka. Negara juga akan diminta untuk mengatakan kapan mereka akan memulai aturan baru yang bertujuan untuk membersihkan individu dan perusahaan menyembunyikan kekayaan mereka.
Langkah lainnya untuk memaksa perusahaan multinasional melaporkan akun pajak mereka untuk menghindari penghindaran pajak melalui penawaran rumit dan keuntungan pergeseran. Juga sebuah janji untuk memaksa perusahaan dan badan hukum lainnya untuk menyetujui prinsip-prinsip tentang mengungkapkan kepemilikan dan keuntungan perusahaan. Transparency International mengklaim China telah memblokir kesepakatan ini.
Agenda formal G20 akan memberikan kesempatan pada pemimpin-pemimpin negara untuk membahas isu-isu global seperti Ebola, konflik Ukraina, aksi internasional terhadap negara Negara Islam Irak-Suriah (ISIS), dan respon atas jatuhnya penerbangan Malaysia Airlines MH17 di Ukraina. (Baca: Jokowi Diundang PM Abbott ke Acara G20 di Brisbane)
Guardian | Khairul Anam
Terpopuler
Presentasi Jokowi di APEC Memukau, Apa Resepnya ?
Keluhan Bos Alibaba, Jadi Kaya Itu Menyakitkan!
KPK Curigai Penjualan Bank Mutiara