TEMPO.CO, Jakarta - Persepsi pelaku pasar yang melihat bahwa pengurangan stimulus bank sentral Amerika Serikat (The Fed) tidak akan berlangsung agresif membuat dolar tertekan. Pada transaksi pasar uang hari ini, rupiah kembali mengalami apresiasi 81 poin (0,69 persen) ke level 11.744 per dolar Amerika Serikat (AS). Rupiah mengikuti penguatan yang juga terjadi pada sebagian besar mata uang regional.
Analis dari PT Monex Investindo Futures, Zulfirman Basir mengatakan belum cukup pulihnya beberapa indikator ekonomi kunci seperti data ketenagakerjaan dan data retail di AS membuat kekhawatiran pasar terhadap tapering off mereda. "Pasar meyakini bahwa The Fed tidak akan terburu-buru mengurangi stimulusnya."
Ekspektasi pemangkasan stimulus yang tidak agresif telah mendorong investor untuk menjual dolarnya dan kembali kepada aset yang lebih berisiko seperti pasar saham dan high yield currencies.
Menurut Zulfirman, memang ada kekhawatiran dari rilis Fed Minute Meeting Rabu, 19 Februari 2014, yang menyebutkan rencana bank sentral untuk menaikkan suku bunga bila tingkat pengangguran turun di bawah 6,5 persen. "Namun, persepsi yang berkembang di kalangan pelaku pasar ialah pertumbuhan pasar tenaga kerja masih stagnan."
Hingga 16.30 WIB, sebagian mata uang regional menguat terhadap dolar AS. Won menguat 0,02 persen ke 1.072,09 per dolar AS, peso Philipina menguat 0,44 persen ke 44,565 per dolar AS, ringgit naik 0,43 persen ke 3,2954 per dolar AS, dan baht menguat 0,10 persen ke 32,52 per dolar AS.
PDAT | M. AZHAR