TEMPO.CO, Jakarta-Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik mengatakan penambahan kapasitas produksi bahan bakar nabati (biodiesel) di dalam negeri mampu mengurangi beban impor bahan bakar minyak, terutama solar. Dengan berkurangnya impor solar, diharapkan defisit neraca perdagangan nasional akan membaik, sehingga nilai tukar rupiah akan kembali menguat. "Pemerintah akan menambah kadar biodiesel dalam solar hingga 10 persen," ujarnya saat ditemui di Kantor Kementerian Keuangan, Jumat sore, 23 Agustus 2013.
Total kebutuhan dalam negeri atas bahan bakar minyak mencapai 30 juta kilo liter setahun. Sementara kemampuan produksi kilang dalam negeri hanya 12 juta kilo liter per tahun, sehingga untuk memenuhi kebutuhan BBM Nasional, pemerintah harus mengekspor 18 juta kilo liter BBM. Dari jumlah keselurahan itu, 16 juta kilo liter di antaranya merupakan kebutuhan dalam negeri atas solar. Dari jumlah itu, 11 juta kilo liter solar diproduksi di dalam negeri, sisanya masih harus diekspor.
Baca Juga:
Pengurangan impor solar ini, kata Jero, selain untuk menyelamatkan devisa, juga bermanfaat untuk menambah lapangan pekerjaan dengan peningkatan kapasitas produksi di pabrik-pabrik sawit. Sebelumnya kadar biodiesel yang ditetapkan pemerintah hanya sebesar 7,5 persen itupun sifatnya belum mandatory sehingga produksinya masih tersendat.
"Selama ini yang terealisasi di Pertamina baru mencapai 5 persen. Jadi dalam paket kebijakan ekonomi ini selain kita tingkatkan jadi 10 persen, sifatnya juga mandatory, alias wajib," katanya.
Menurut Jero, kalangan pengusaha sawit sudah menyatakan siap untuk mengikuti kebijakan ini. Adapun untuk menjamin produksi biodiesel terserap nantinya, pemerintah berencana memprioritaskan penggunaan bahan bakar nabati ini untuk pembangkit listrik tenaga diesel. "Perusahaan Listrik Negara menyatakan bisa menyerap sampai 30 persen," katanya.
Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan kebijakan ini selain berdampak secara signifikan terhadap tingkat impor solar, juga memberikan manfaat lain karena harganya yang lebih murah. Dia menjelaskan, sebetulnya ada gejala tingkat impor BBM turun pascakenaikan harga BBM pada Juli lalu.
"Ini terlihat dari pertumbuhan konsumsi BBM pada Juli hanya 4 persen dari yang biasanya 6 sampai 7 persen," kata Chatib. Tapi penurunan itu tidak cukup sehingga perlu ada upaya lain untuk menekan impor.
PRAGA UTAMA