TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perhubungan menyatakan Indonesia masih membutuhkan tenaga ahli dari Rusia untuk merawat pesawat Sukhoi Superjet-100. "Saya tadi bicara dengan duta besarnya, ‘Anda harus belajar dari Toyota’," kata Direktur Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU) Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Diding Sunardi, saat ditemui di Bandara Halim Perdanakusuma, Kamis, 28 Februari 2013.
Ia menjelaskan, Sukhoi harus belajar dari Toyota dalam hal penyediaan suku cadang dan fasilitas perawatan di Indonesia. Diding pun meminta Sukhoi menyiapkan hanggar di Indonesia. Selain itu, Kementerian Perhubungan meminta Sukhoi untuk mengadakan "flight simulator" di Indonesia.
PT Sky Aviation menyatakan telah memesan 12 unit Sukhoi Superjet-100. Kontrak pengadaan dilakukan pada 16 Agustus 2011 di Moskow, Rusia. Pesawat Sukhoi Superjet-100 pertama yang dipesan Sky Aviation dengan nomor registrasi PK-SCL tiba di Indonesia kemarin. "Tahun ini rencananya akan diserahkan lima pesawat," kata Direktur Utama Sky Aviation Krisman Tarigan.
Pada 2014, maskapai akan mendatangkan tiga unit pesawat jenis tersebut. Sedangkan sisanya akan dikirim pada 2015, sehingga jumlahnya mencapai 12 unit. Ia menyebutkan ada beberapa alasan pemilihan Sukhoi Superjet-100.
Pertama, penggunaan bahan bakar pesawat dinilai sangat irit. Krisman menjelaskan bahan bakar menjadi komponen tertinggi operasional pesawat. Kedua, dengan kapasitas yang terbilang kecil untuk pesawat sekelas jet, yaitu 100 penumpang, Krisman yakin Sky Aviation dapat mencapai tingkat keterisian atau "load factor" 100 persen.
Ketiga, pesawat tersebut bisa lepas landas serta mendarat di landasan pendek, di bawah 2.000 meter, yaitu sekitar 1.800 meter. Keempat, Sukhoi Superjet-100 dapat terbang dengan ketinggian 40 ribu kaki. "Sama dengan Airbus A380," ujar Krisman.
MARIA YUNIAR