TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pertanian bertekad menggenjot produksi pertanian dengan memanfaatkan lahan yang kurang optimal (sub-optimal) dan lahan di wilayah perbatasan.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian, Haryono, mengatakan, pemanfaatan lahan itu dinilai akan meningkatkan produksi, terutama padi maupun komoditas lainnya.
“Selama ini penanganan wilayah perbatasan dan lahan sub-optimal masih dilakukan secara parsial, padahal potensinya sangat besar,” kata Haryono seusai temu koordinasi pengembangan lahan marginal di kantor Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa, 27 November 2012.
Penggarapan lahan sub-optimal dan wilayah perbatasan ini akan melibatkan sekitar 60 profesor riset dan peneliti senior. Mereka akan dikirim ke wilayah perbatasan di Provinsi Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan Nusa Tenggara Timur (NTT), serta wilayah sub-optimal di Provinsi Jambi, Kalimantan Selatan, dan Nusa Tenggara Barat (NTB), untuk melakukan kajian intensif tahun ini.
“Ini merupakan tindak lanjut nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) antara Kementerian Pertanian dan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal yang ditandatangani 31 Maret lalu,” katanya.
Menurut Haryono, pemanfaatan kedua jenis lahan potensial itu penting dilakukan dan dipercepat karena tingkat produktivitas tanaman pertanian, terutama padi, sudah mencapai titik maksimalnya. Dengan pemanfaatan lahan sub-optimal dan wilayah perbatasan, maka Indonesia bisa memperluas produksi dan menciptakan pembangunan pertanian yang merata. Selama ini, 60 persen lahan pertanian berada di Pulau Jawa.
Haryono menambahkan, berdasarkan kajian ini, Kementerian Pertanian mendapatkan fakta masih ada beberapa permasalahan yang menyebabkan kurang optimalnya pemanfaatan lahan pertanian di wilayah perbatasan dan lahan sub-optimal. Fakta permasalahan di dua wilayah tersebut umumnya: produktivitas usaha tani masih rendah dan petani belum mendapatkan harga jual yang layak untuk produk yang dihasilkannya.
Masalah utama pemanfaatan lahan di wilayah perbatasan adalah masih minimnya infrastruktur, akses pasar dan teknologi yang terbatas, keterbatasan tenaga kerja, dan besarnya pengaruh negara tetangga dalam berbagai aspek. Sedangkan persoalan di lahan sub-optimal, di antaranya, adalah rendahnya penguasaan teknologi sawah pasang-surut serta langkahnya, minimnya tenaga kerja dan dukungan alat dan mesin pertanian, serta indeks pertanaman rendah kurang dari 75 persen.
Berdasarkan kajian dan persoalan itu, Kementerian Pertanian bersama pemerintah daerah bakal menyusun rencana tindak lanjut pemanfaatan lahan marginal ini sesuai dengan realita yang ada. Di samping memadukan berbagai program sektoral di daerah dalam mengembangkan lahan di wilayah tersebut secara terintegrasi dan terpadu sejak perencanaan hingga realisasi anggarannya.
“Untuk memanfaatkan lahan sub-optimal dan wilayah perbatasan, diperlukan dukungan kementerian lain dan pendanaan antarsektor secara terpadu. Keberlanjutan program ini juga ditentukan oleh adanya dukungan APBD yang signifikan,” ujarnya.
Sementara itu, akademisi Manajemen Lahan dan Air Daerah Rawa dari Universitas Sriwijaya, Rubianto Susanto, menambahkan, lahan sub-optimal terdiri atas lahan basah, atau dikenal sebagai rawa, dan lahan kering. Dia menyebutkan, Indonesia memiliki lahan rawa seluas 4 juta hektare--1,8 juta hektarenya telah dimanfaatkan oleh pemerintah untuk pertanian.
ROSALINA
Berita lain:
Rusuh, Program Sehari Tanpa BBM Subsidi Batal
Pengganti BP Migas Berlogo Baru, Berapa Biayanya?
Rupiah Tembus di Bawah 9.600
McLaren Buka Showroom di Indonesia
Pasokan Premium Habis, Pegawai SPBU Gelar Rujakan