TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah yakin dampak krisis global tak akan banyak berpengaruh terhadap sendi-sendi ekonomi nasional. "Yang saya lihat, Indonesia terutama pasar SBN sudah jadi safe haven dengan semakin banyaknya SBN yang diterbitkan. Gross SBN saat ini Rp 271 triliun untuk refinancing dan defisit financing," ujar Direktur Jenderal Pengelolaan utang Kementerian Keuangan Rahmat Waluyanto, Rabu, 6 Juni 2012.
Rahmat menjelaskan, goncangan di pasar saham menyebabkan banyaknya investor yang memindahkan dananya ke instrumen lain. Hal ini berdampak besar pada pasar SBN. "Dengan berkembangnya pasar SBN, secara keseluruhan stabilitas pasar global jadi semakin baik," ucapnya.
Ia juga menilai positif rencana BI menggunakan SBN sebagai instrumen operasi moneter. "(Pemerintah dan BI) sudah akan mengkonversi SUP (Surat Utang Pemerintah) Rp 200 triliun secara bertahap dari yang non tradable menjadi tradable, ini akan menambah supply di pasar SBN," ucap Rahmat.
Penggunaan SBN sebagai instrumen moneter, dijelaskan Rahmat akan membuat BI tak lagi ragu dalam menjalankan kebijakan moneternya. "Bisa memperkokoh kredibilitas BI. Pada saat yang sama pasar SBN akan semakin aktif karena penggunaannya sebagai instrumen moneter dan demand dari perbankan juga akan semakin meningkat," ucapnya.
Direktur Surat Utang Negara Kementerian Keuangan, Loto S. Ginting menjelaskan konversi SUP ke SBN tradable masih harus menunggu perubahan terhadap SKB tahun 2003. "Kami berharap, amandemen SKB 2003 bisa selesai dalam waktu dekat, sesudah itu konversi," ujarnya.
Ia menjelaskan, seri SUP yang bakal dikonversi yakni 02,04, dan 07. "Kalau dikonversi semua, bisa Rp 80 triliun, tapi itu bertahap," ucapnya. Meski begitu, waktu konversi belum pasti, tergantung persetujuan Presiden dan DPR.
Saat ini, Loto menjelaskan, kepemilikan asing atas SBN sekitar 28,7 persen, sisanya domestik. Kepemilikan asing sempat mencapai 32 persen pada sekitar Januari atau Februari 2012.
Loto memperkirakan pelaku lokal belajar dari pengalaman di 2005, ketika itu yield tinggi dan asing membeli, pada 2008 asing keluar, domestik yang membeli. "Dulu domestik bertahan, asing memanfaatkan. Sekarang domestik berani masuk, ketika yield bergerak naik. Walaupun sekarang sejarah baru, 5-7 persen, domestik masih bisa masuk. Dulu masih sulit, sekarang sudah mulai bisa ikut masuk di level itu," ucapnya.
Pihaknya lebih mengutamakan penyerapan SBN dari investor lokal untuk menjaga volatilitas lantaran asing bisa sewaktu-waktu keluar. Meski begitu keberadaan asing juga baik lantaran masuknya mereka ke pasar SBN dalam negeri menunjukkan kepercayaan terhadap ekonomi nasional.
Tentang pelepasan asing terhadap SBN di bulan Mei, menurut Loto, level pelepasan masih cukup wajar. "Sampai 1 juni, asing masih positif, saldonya masih ada kenaikan 1,2 triliun," ucap dia. Investor, kata dia, cenderung menahan lantaran tak mau melakukan perdagangan dalam posisi tak untung. Melihat potensi inflasi yang terukur lantaran hampir pasti tak ada penyesuaian harga BBM, pasar SBN diprediksi bakal mild.
Pemerintah, kata Loto masih berharap pada penyerapan SBN di pasar domestik. Namun, ia tak menutup kemungkinan masuk ke pasar global. "Kami juga bisa masuk pasar global dengan samurai bond untuk tutup kekurangan, sekarang bisa juga dengan global sukuk,” katanya.
Kalau domestik tidak bisa menyerap sesuai target pemerintah, akan dilengkapi dengan membuka sampai 18 persen dari total penerbitan. Penerbitan masing-asing instrumen, kata dia, masih fleksibel.
"Bagaimana demand pasar, daya serap pasar domestik, terus juga ada pertimbangan sukuk global untuk investor Timur Tengah, mereka butuh instrumen," ujarnya.
MARTHA TERTINA