TEMPO.CO, Jakarta - Makin digdayanya dolar Amerika Serikat (AS) terhadap mata uang utama dunia membuat tekanan rupiah belum mengendur. Makin terpuruknya mata uang tunggal Uni Eropa, euro, membuat rupiah harus berjuang keras agar tidak melemah lebih jauh.
Rupiah pagi ini ditransaksikan di level 9.615 per dolar AS yang berarti kembali melemah 163 poin (1,7 persen) dari penutupan kemarin di 9.452 per dolar AS. Superiornya dolar AS terhadap mata uang utama dunia membuat rupiah kini mulai bermain di level 9.600.
Merosotnya euro hingga di bawah US$ 1,24 berdampak terhadap melemahnya mata uang Asia, termasuk rupiah. Investor asing terus mengalir dari bursa saham dan mata uang regional untuk mengamankan portofolionya dengan mengalihkannya dalam bentuk dolar AS yang dianggap paling aman untuk memarkirkan dananya saat ini. Ini yang membuat dolar AS semakin perkasa karena terus diburu oleh para pelaku pasar.
Indeks dolar AS terhadap mata uang utama dunia semalam kembali menguat 0,505 poin (0,61 persen) ke level 83,086. Dan indeks dolar AS sempat mencapai level tertingginya dalam setahun terakhir di level 83,275. Pagi ini, indeks dolar AS kembali menguat 0,024 poin (0,03 persen) ke level 83,11.
Head of Treasury Research Bank BNI, Nurul Eti Nurbaety mengungkapkan pengawalan ketat yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) terhadap mata uang lokal serta rencana penerbitan deposito dolar AS ternyata belum mampu menopang penguatan rupiah kemarin.
“Kompleksnya masalah perbankan Spanyol yang mengalami kesulitan likuiditas kembali memukul aset–aset yang berimbal hasil tinggi (high yield class). Imbasnya rupiah terus mengalami tekanan,” kata Nurul.
Hari ini Nurul memprediksikan rupiah akan bergerak dengan kecenderungan melemah. Kuatnya aksi risk aversion (menghindari risiko) yang tertanam di benak para pelaku pasar akibat sentimen negatif perekonomian global akan semakin membebani rupiah. Bahkan, sinyal pergerakan rupiah menuju level psikologis 10 ribu per dolar AS seakan telah menanti seiringnya terus relinya greenback, sebutan dolar AS.
Pemenuhan likuiditas dolar AS oleh bank sentral dengan term deposit dolar yang bakal diimplementasikan dalam dua minggu ke depan kurang memberikan dukungan yang memadai untuk menjaga pergerakan rupiah. “Justru sinyal meningkatnya laju inflasi bulan Mei dibandingkan dengan bulan sebelumnya dapat menekan pergerakan rupiah,” dia menuturkan.
VIVA B. KUSNANDAR