TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah meminta para kontraktor pembangkit listrik asal Cina mengikuti cara kerja kontraktor asal Jepang. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Jarman menilai cara kerja para kontraktor Cina ini menjadi salah satu penyebab mundurnya realisasi PLTU 10.000 Megawatt.
Ia mengeluhkan kebiasaan kontraktor Cina yang tak membuat dan memberitahukan jadwal kerja mereka. Selain itu, jika ada perubahan jadwal para kontraktor ini tak memberi tahu pihak PLN. "Kalau ada keterlambatan konstruksi, kan, bisa diatur," kata Jarman dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu, 30 Mei 2012.
Kementerian mendapati keterlambatan PLTU 10.000 Megawatt tahap 1 disebabkan oleh kelambatan konstruksi. Kualitas barang dan kualitas penyimpanan barang juga kurang baik sehingga sering kali rusak pada saat pengujian.
Di masa depan, Kementerian meminta PLN mengatur dan mengawasi jadwal kedatangan barang-barang dan komponen proyek percepatan tahap 1 yang akan masuk ke Indonesia. Selain itu, Kementerian ESDM juga meminta PLN untuk mengubah term of payment barang agar pengiriman tidak datang lebih awal.
"Seharusnya barang diizinkan datang kalau kondisi lapangan sudah siap menerima pemasangan barang," kata Jarman.
PLN juga diminta mengenakan denda kepada kontraktor yang melanggar kesepakatan kerja sama. Proyek yang ditargetkan selesai pada 2010 ini akhirnya diperkirakan baru akan selesai pada 2014. Akibatnya, subsidi listrik belum bisa dihemat karena masih mengandalkan pembangkit berbasis BBM.
BERNADETTE CHRISTINA
Berita Terkait
Kalla: Penyatuan Zona Waktu Itu Keliru
Kerugian Akibat Lumpur Lapindo Rp 50 Miliar Per hari
Lima Langkah Hemat BBM Nasional ala SBY
BPK Penalti Laporan Keuangan Kemenpora
Presiden SBY: Penghematan Energi Mulai Juni
BI Luncurkan Deposito Valuta Asing
Aksi Spekulasi Membuat Rupiah Pontang-panting
SBY: Pemerintah dan BUMN Berilah Contoh Hemat BBM